JAKARTA, KOMPAS.com - Transformasi digital di segala lini bisnis benar-benar jadi taktik ampuh bertahan bahkan memajukan ekonomi bangsa di tengah pandemi Covid-19. Para pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia sudah membuktikannya saat menerobos badai pandemi Covid-19. Mereka bisa berdaya secara ekonomi, dan punya durabilitas dalam menghadapi dinamisnya perkembangan teknologi lewat transformasi digital.
Dalam laporan SEA e-Conomy oleh Google, Temsek, dan Bain & Company tahun 2021yang membahas sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Asea Tenggara, 28 persen pelaku UMKM di Indonesia mengatakan, mereka tak akan bertahan di tengah pandemi Covid-19 tanpa berjualan di platform digital.
Para pelaku UMKM rata-rata menggunakan dua platform digital untuk memenuhi permintaan konsumen secara online. Layanan digital yang paling banyak digunakan pelaku UMKM adalah pembayaran digital sebesar 95 persen, transfer dana digital sebesar 91 persen, asuransi digital 68 persen, dan pinjaman digital 51 persen.
Baca juga: Para Pemimpin Kota U20 Serukan Presidensi G20 Dorong Ekonomi Berkelanjutan dan Pemulihan Sosial
Kesimpulan laporan tersebut pun dikuatkan dengan hasil studi dari World Bank baru-baru ini. Sebanyak 80 persen UMKM yang masuk ke ekosistem digital memiliki resiliensi atau daya tahan lebih baik di masa pandemi Covid-19.
Bertahan bahkan “menyerang” di tengah pandemi Covid-19 dengan taktik transformasi digital jelas tak terbantahkan. Pemerintah pun mendorong transformasi digital untuk pelaku UMKM. Bagi pelaku UMKM yang sudah melakukan transformasi digital, kini bisa merasakan manisnya omzet.
Pemilik Usaha Pancong Ruang Rasa, Lathiful Amri (30) adalah salah satu pelaku UMKM yang untung besar saat bisnisnya masuk ke ekosistem digital. Lathiful tak hanya membuka gerai-gerai untuk pengunjung yang datang, melainkan juga menyediakan channel pemesanan secara online. Pancong Ruang Rasa pun dihadirkan lewat aplikasi penyedia online food delivery, GoFood. Diversifikasi channel pemesanan pun memudahkan calon konsumen penikmat kue pancong itu.
Transformasi digital menjadikan bisnis kuliner dari tiga outlet pada tahun 2019, kini menjadi sembilan outlet. Kini, Lathiful punya 48 karyawan dan bisa menjual 1.200 porsi kue pancong setiap harinya. Ekspansi bisnis yakni penambahan outlet itu bahkan terjadi saat usaha kue pancongnya berjalan di tengah pandemi Covid-19.
Pada awal pandemi Covid-19, pemerintah sempat menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Semua masyarakat diminta berdiam diri di rumah kecuali ada hal yang mendesak. Urusan wisata kuliner yang tentunya mengasyikkan bagi masyarakat, saat itu dilarang keras.
Solusinya, wisata kuliner di tengah PSBB memang memesan makanan secara online. Pemesanan secara online pun jadi andalan setiap pengusaha tak terkecuali Lathiful. Ia pun mengarungi lautan bisnis yang berombak lantaran badai pandemi Covid-19 berbekal teknologi digital.
Baca juga: Tahun 2023, GoFood Fokus Dua Hal untuk Dorong Kemajuan Mitra UMKM
Kesuksesan bisnis Lathiful sempat diawali dengan keterpurukan di awal pandemi Covid-19. Setelah tiga bulan di awal pandemi Covid-19 terjun ke jurang gelap, usahanya naik ke permukaan dan tiba di titik terang. Omzet mulai merangkak naik pada bulan Juni 2020, bahkan menembus angka 100 persen pada bulan Oktober di tahun yang sama.
“Omzet naik di setelah PSBB, bulan Juni. Bulan Maret, April, Mei itu tiga bulan itu suffer semua. Orang-orang nahan keluarin uang. Setelah itu, baru naik omzet. Melejit tuh,” ujar Lathiful saat berbincang dengan Kompas.com, Senin (17/10/2022).
Baginya, kehadiran Pancong Ruang Rasa di GoFood berkontribusi besar untuk menaikkan omzet usahanya. Ia menilai, channel pemesanan online bisa menambah jangkauan konsumen Pancong Ruang Rasa. Namun, transformasi digital tak cukup bagi Lathiful.
Ia pun aktif berkomunitas sesama pengusaha kuliner di Depok, Jawa Barat yaitu Komunitas Partner GoFood. Dari sana, Lathiful bisa meningkatkan literasi digital untuk bisnisnya. Lathiful sadar berkomunitas tak hanya menguntungkan secara ekonomi, melainkan juga bisa menambah pengetahuan.
“Komunitas juga membantu untuk edukasi, informasi, kolaborasi. Sesama pengusaha malah justru bikin usaha bareng,” ujar Lathiful.
Lathiful sadar betul salah satu kunci sukses berbisnis saat pandemi Covid-19 dan ekosistem digital terus tumbuh cepat adalah adaptasi. Setiap pelaku UMKM wajib beradaptasi. Lathiful menyebutkan, sifat fleksibel harus diterapkan para pelaku UMKM di setiap kondisi apapun.
“Jadi sebaik-baiknya usaha itu yang pandai beradaptasi dalam kondisi apapun. Kadang memang usaha itu kan enggak bisa kita paksain maju terus, ada prinsip ketapel. Jadi kita mundur beberapa langkah, untuk maju cepat. Kita harus fleksibel.” tambah Lathiful.
Serra Esterlin Ohee (24) pun mengalami peningkatan kualitas bisnis berkat transformasi digital. Serrr hidup di keluarga perajin dari kulit pohon Khombow di Pulau Asei Besar, Distrik Sentani Timur, Jayapura, Papua.
Ia terbiasa melihat ayah dan ibunya melukis dan mewarnai kulit pohon Khombow lalu menjualnya ke turis. Kini, Serra meneruskan bakat perajin dan pengusaha sekaligus melestarikan kesenian dari tanah kelahirannya itu dengan jenama Reymay Art.
Pemasaran Reymay Art dilakukan secara online seperti melalui website, Instagram, dan Whatsapp. Ada juga penjualan secara offline seperti kerjasama di toko oleh-oleh di Jayapura.