PURWOREJO, KOMPAS.com - Siti Fatimah (52) adalah salah satu warga Desa Brunosari Kecamatan Bruno, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah yang sukses memproduksi lanting, salah satu makanan khas Purworejo.
Usahanya yang digelutinya selama belasan tahun ini akhirnya membuahkan hasil. Bahkan omzet perbulan penjualan Lanting miliknya bisa mencapai belasan juta rupiah.
Baca juga: Sedekah Kopi, Cara Haris Lee Promosikan Kopi Purworejo
Siti Fatimah yang merupakan seorang ibu rumah tangga dengan 5 orang anak ini dulunya adalah penjual gorengan keliling. Ia menjajakan gorengan dengan berjalan kaki di sekitar Kecamatan Bruno dengan jarak tempuh sekitar empat kilometer.
"Awalnya saya menjual gorengan, dengan jalan kaki tapi lama-lama capek terus pindah membuat Lanting ini," kata Siti Fatimah saat ditemui di rumah produksinya pada Senin (26/12/2022) sore.
Siti Fatimah mulai memproduksi lanting sejak umurnya masih 35 tahun dan masih mempunyai satu anak. Kini, usianya tak muda lagi. Ia harus dibantu oleh kelima anaknya untuk memproduksi lanting dalam jumlah yang besar.
Rasa lanting yang gurih, garing dan renyah membuat masyarakat Purworejo suka dan gemar membeli lanting buatan Siti. Bahkan dalam sehari, lanting buatanya bisa terjual 40 sampai 80 kilogram.
Lanting buatan Siti dan kelima anaknya sedikit unik. Jika pada umumnya Lanting berwarna putih, Lanting produksinya malah berwarna kuning. Lanting berwarna kuning inilah yang menjadikan Lanting Siti Fatimah terkenal seantero Kecamatan Bruno.
"Lanting kuning ini bisa dikatakan menjadi makanan khas Bruno, karena lanting biasanya berwarna putih," kata Siti.
Baca juga: Berawal dari Bosan saat Pandemi, Pemuda asal Purworejo Ubah Pakis Hutan jadi Uang
Dalam sehari Siti Fatimah bisa mengantongi hasil penjualan lanting miliknya dari Rp800.000 hingga Rp1 juta. Meski demikian, omzet yang diterimanya naik turun sesuai penjualan. Tak melulu untung besar, saat pandemi menghantam penjualan lanting miliknya turun drastis.
Penjualan lanting kuning milik Siti Fatimah saat ini sudah merambah hingga keluar kota bahkan tak jarang pesanan datang dari diberbagai provinsi seperti Sumatera, Jawa Barat, Makasar dan lainnya.
"Saya kalau menjual lanting biasanya 1 kilogram harganya Rp20.000. Kadang setiap harinya terjual 20 kilogram bahkan ketika ramai bisa sampai 80 kilogram. Ya kalau omzetnya bisa dihitung sendiri," ucapnya sembari bergurau.
Dalam memproduksi lanting, Siti Fatimah masih menggunakan alah tradisional yang sangat sederhana. Kesulitan dan kegigihannya dalam bekerja lahan yang membuat ibu 5 anak ini sukses berbisnis Lanting.
"Ya kita pakai alat yang ada aja, namanya juga di desa," kata Siti.
Siti Fatimah menjelaskan, proses pembuatan lanting sebenarnya sederhana. Bahan utama yang dibutuhkan adalah singkong yang banyak ditemukan di wilayah Desa Brunosari dan sekitarnya.
Proses pembuatan diawali dengan mengupas ketela, lalu dicuci bersih. Setelah itu, ketela digiling dengan kunyit untuk menghasilkan warna kuning yang alami tanpa bahan pewarna sintetis. Lanting buatan Siti Fatimah juga tidak memakai pengawet sehingga aman dikonsumsi oleh semua kalangan.