Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bermodal 5 Juta, Dedy Syandera Sukses Merintis Rendang Gadih hingga Tembus Pasar Internasional

Kompas.com - 01/11/2023, 11:26 WIB
Nur Wahyu Pratama,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Indonesia memiliki kekayaan kuliner yang tersebar di setiap sudut wilayahnya. Salah satunya adalah rendang, yang merupaka makanan khas dari Sumatera Barat.

Rendang tidak hanya dikenal oleh masyarakat Indonesia, namanya telah dikenal di manca negara.

Salah satu produk rendang kemasan yang sudah mendunia, diciptakan oleh Dedy Syandera. Ia merintis usaha Rendang Gadih sejak tahun 2016.

“Sebelumnya saya pernah bekerja di salah satu perusahaan manufaktur di Tangerang pada tahun 2015 dan akhirnya mencoba terjun ke dunia usaha dengan produksi rendang kemasan sesuai dengan resep keluarga yang kita miliki,” ujar Dedy kepada Kompas.com, Kamis (26/10/2023).

Baca juga: Korea Pun Tergiur Pasar Indonesia untuk Bisnis Kesehatan dan Kecantikan

Arti Rendang Gadih

Rendang Gadih merupakan sebuah nama yang diambil dari kosa kata bahas Minang yang memiliki arti gadis.

Pemberian nama ini terinspirasi dari beberapa merek pada zaman dahulu, seperti Susu Cap Nona.

“Kenapa gadis? karena kalau gadis kan selalu menjadi pusat perhatian dan menawan, sehingga orang ingin tahu lebih banyak dan mengenal lebih banyak,” ungkapnya.

“Layaknya kembang desa yang dikerumunin oleh laki-laki. Nah, kita berharap juga Rendang Gadih dikerumuni oleh konsumen,” guyonnya.

Baca juga: Cerita Pelaku UMKM Bisa Naik Omzet Lewat Pendanaan Fintech

Riset Pasar

Sebelum sukses menjajakan Rendang Gadih ke taraf internasional, Dedy pada tahun 2015 melakukan trial dan error untuk mendapatkan cita rasa rendang yang pas di lidah konsumen.

“Masyarakat Indonesia kan market-nya heterogen. Karena itu, harus ada beberapa penyesuaian pada bumbunya. Seperti ada beberapa konsumen yang bilang terlalu tajam bumbunya. Jadi, kita lakukan perbaikan-perbaikan untuk memenuhi kepuasan konsumen,” jelasnya.

Dedy mengatakan, minimal 80 persen produknya diterima oleh konsumen. Hal ini berarti, jika ada 100 orang yang diberikan sampel Rendang Gadih, minimal sebanyak 80 orang menyukai Rendang Gadih.

Produk Olahan Rendang Gadih asal Minangkabau, Sumatera BaratNur Wahyu Pratama Produk Olahan Rendang Gadih asal Minangkabau, Sumatera Barat

Baca juga: 7 Manfaat Mengikuti Pameran bagi Pelaku UMKM

Taraf Internasional

Dedy memulai usaha Rendang Gadih dengan modal sebesar Rp 3 juta hingga Rp 5 juta untuk membeli bahan baku, seperti daging, bumbu, santan, dan rempah-rempah yang dibutuhkan.

Dengan modal yang ia miliki, Dedy sukses menjual Rendang Gadih ke tingkat nasional dan bahkan sudah melakukan ekspor ke luar negeri, seperti Jerman, Amerika, Korea, Taiwan, Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam.

“Kalau ke luar negeri biasanya kita melalui retail online dan reseller. Di Jerman dan Amerika kita menggunakan mitra importir, sedangkan kalau retail online biasanya orang Indonesia yang berada di luar negeri memesan langsung melalui WhatssApp dan website kita,” ungkapnya.

Baca juga: Manfaatkan Sampah Plastik, Suster Puteri Kasih Bangun Usaha Daur Ulang Sampah Tanpa Modal

Selain itu, banyak juga konsumen yang memesan Rendang Gadih melalui media sosial, seperti Instagram dan Tiktok, serta YouTube, marketplace seperti Shopee, Tokopedia, website pribadi, dan melalui pameran.

"Target negara selanjutnya yaitu Arab Saudi. Negara yang satu ini memiliki market yang besar, karena jamaah haji Indonesia banyak dan itu menjadi market potensial," kata Dedy.

Regulasi Ekspor dan Harga Jadi Tantangan 

Lebih lanjut Dedy mengungkap, regulasi ekspor kuliner terbilang sulit, karena banyak perizinan yang harus diurus, apalagi yang diekspor berupa olahan daging.

Baca juga: Cerita Budi Santoso Hasilkan Beragam Produk Garam Dengan Sistem Tunnel

“Di Eropa, Amerika, Jepang, dan Korea itu secara resmi tidak boleh daging olahan Indonesia yang dikirim dalam jumlah yang besar. Karena itu, biasanya kita mengubah olahan daging dengan tumbuh-tumbuhan, misal rendang jamur, nangka, dan rendang singkong,” lanjutnya.

Selain itu, harga bahan baku seperti daging dan cabai juga menjadi tantangan bagi Dedy. Terutama saat ramadhan dan lebaran, di mana harganya melonjak tinggi, bahkan cabai bisa menyentuh Rp 100 ribu per kilo.

“Kondisi ekonomi yang tidak stabil seperti krisis global, resesi, kenaika harga minyak, dan inflasi di Indonesia yang menyebabkan daya beli menurun, juga menjadi tantangan bagi kami,” tuturnya.

Baca juga: Kenali 7 Faktor Penyebab Kegagalan yang Harus Diketahui Pelaku Usaha

Tantangan lainnya yaitu, banyaknya pesaing yang berani memberikan harga lebih murah, serta regulasi pemerintah yang berubah-ubah.

“Misalnya Instagram, siapa yang menjamin aplikasi ini besok tidak akan ditutup seperti Tiktok oleh pemerintah atau malah hengkang dari Indonesia?,” tanyanya menutup obrolan.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang


Terkini Lainnya
Dapat Bantuan Alat Modern, Perajin Patung dan Miniatur di Kota Malang Kebanjiran Pesanan
Dapat Bantuan Alat Modern, Perajin Patung dan Miniatur di Kota Malang Kebanjiran Pesanan
Program
LPDB Salurkan Pembiayaan ke KDKMP Sidomulyo Jember untuk Dukung Ekspor Kopi
LPDB Salurkan Pembiayaan ke KDKMP Sidomulyo Jember untuk Dukung Ekspor Kopi
Program
Kisah Para Penjual Makanan di Kawasan Industri Nikel Weda, Sehari Bisa Raup Omzet Rp 10 Juta
Kisah Para Penjual Makanan di Kawasan Industri Nikel Weda, Sehari Bisa Raup Omzet Rp 10 Juta
Jagoan Lokal
Penyaluran Kredit di 7 Wilayah Jatim Tumbuh 8,41 Persen, Malang Raya Didominasi Pelaku UMKM
Penyaluran Kredit di 7 Wilayah Jatim Tumbuh 8,41 Persen, Malang Raya Didominasi Pelaku UMKM
Training
Kementerian UMKM Fasilitasi Legalitas dan Pembiayaan kepada 1.000 Usaha Mikro di NTT
Kementerian UMKM Fasilitasi Legalitas dan Pembiayaan kepada 1.000 Usaha Mikro di NTT
Program
Pertamina Boyong 45 UMKM Binaan ke Trade Expo Indonesia 2025
Pertamina Boyong 45 UMKM Binaan ke Trade Expo Indonesia 2025
Program
Penjualan Stagnan, Puluhan UMKM di Kota Malang Dibekali Jurus Pemasaran Digital
Penjualan Stagnan, Puluhan UMKM di Kota Malang Dibekali Jurus Pemasaran Digital
Training
Tanpa Dirigen, Orkestra UMKM Hanya Riuh Tanpa Irama
Tanpa Dirigen, Orkestra UMKM Hanya Riuh Tanpa Irama
Program
Pedagang Mengeluh Soal QRIS, Diskopindag Kota Malang Akui Tak Bisa Paksa
Pedagang Mengeluh Soal QRIS, Diskopindag Kota Malang Akui Tak Bisa Paksa
Program
Indonesia Eximbank Luncurkan Buku Strategi Ekspor Jawa Tengah
Indonesia Eximbank Luncurkan Buku Strategi Ekspor Jawa Tengah
Program
Produk Sambel Uleg Hingga Pot Tanaman dari Jawa Timur Tembus Pasar Global
Produk Sambel Uleg Hingga Pot Tanaman dari Jawa Timur Tembus Pasar Global
Program
BRI Rampungkan Pelatihan bagi Pengelola 100 Desa BRILiaN
BRI Rampungkan Pelatihan bagi Pengelola 100 Desa BRILiaN
Program
BRI Peduli Bantu UMKM Raih Sertifikasi Halal
BRI Peduli Bantu UMKM Raih Sertifikasi Halal
Program
Jelang Perayaan Hari Kemerdekaan RI, Perajin Lampion di Kota Malang Kebanjiran Order
Jelang Perayaan Hari Kemerdekaan RI, Perajin Lampion di Kota Malang Kebanjiran Order
Jagoan Lokal
Indonesia Eximbank Salurkan Fasilitas Pembiayaan dan Penjaminan Ekspor ke Petro Oxo
Indonesia Eximbank Salurkan Fasilitas Pembiayaan dan Penjaminan Ekspor ke Petro Oxo
Program
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau