KOMPAS.com – Indonesia memiliki kekayaan kuliner yang tersebar di setiap sudut wilayahnya. Salah satunya adalah rendang, yang merupaka makanan khas dari Sumatera Barat.
Rendang tidak hanya dikenal oleh masyarakat Indonesia, namanya telah dikenal di manca negara.
Salah satu produk rendang kemasan yang sudah mendunia, diciptakan oleh Dedy Syandera. Ia merintis usaha Rendang Gadih sejak tahun 2016.
“Sebelumnya saya pernah bekerja di salah satu perusahaan manufaktur di Tangerang pada tahun 2015 dan akhirnya mencoba terjun ke dunia usaha dengan produksi rendang kemasan sesuai dengan resep keluarga yang kita miliki,” ujar Dedy kepada Kompas.com, Kamis (26/10/2023).
Baca juga: Korea Pun Tergiur Pasar Indonesia untuk Bisnis Kesehatan dan Kecantikan
Rendang Gadih merupakan sebuah nama yang diambil dari kosa kata bahas Minang yang memiliki arti gadis.
Pemberian nama ini terinspirasi dari beberapa merek pada zaman dahulu, seperti Susu Cap Nona.
“Kenapa gadis? karena kalau gadis kan selalu menjadi pusat perhatian dan menawan, sehingga orang ingin tahu lebih banyak dan mengenal lebih banyak,” ungkapnya.
“Layaknya kembang desa yang dikerumunin oleh laki-laki. Nah, kita berharap juga Rendang Gadih dikerumuni oleh konsumen,” guyonnya.
Baca juga: Cerita Pelaku UMKM Bisa Naik Omzet Lewat Pendanaan Fintech
Sebelum sukses menjajakan Rendang Gadih ke taraf internasional, Dedy pada tahun 2015 melakukan trial dan error untuk mendapatkan cita rasa rendang yang pas di lidah konsumen.
“Masyarakat Indonesia kan market-nya heterogen. Karena itu, harus ada beberapa penyesuaian pada bumbunya. Seperti ada beberapa konsumen yang bilang terlalu tajam bumbunya. Jadi, kita lakukan perbaikan-perbaikan untuk memenuhi kepuasan konsumen,” jelasnya.
Dedy mengatakan, minimal 80 persen produknya diterima oleh konsumen. Hal ini berarti, jika ada 100 orang yang diberikan sampel Rendang Gadih, minimal sebanyak 80 orang menyukai Rendang Gadih.
Baca juga: 7 Manfaat Mengikuti Pameran bagi Pelaku UMKM
Dedy memulai usaha Rendang Gadih dengan modal sebesar Rp 3 juta hingga Rp 5 juta untuk membeli bahan baku, seperti daging, bumbu, santan, dan rempah-rempah yang dibutuhkan.
Dengan modal yang ia miliki, Dedy sukses menjual Rendang Gadih ke tingkat nasional dan bahkan sudah melakukan ekspor ke luar negeri, seperti Jerman, Amerika, Korea, Taiwan, Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam.
“Kalau ke luar negeri biasanya kita melalui retail online dan reseller. Di Jerman dan Amerika kita menggunakan mitra importir, sedangkan kalau retail online biasanya orang Indonesia yang berada di luar negeri memesan langsung melalui WhatssApp dan website kita,” ungkapnya.
Baca juga: Manfaatkan Sampah Plastik, Suster Puteri Kasih Bangun Usaha Daur Ulang Sampah Tanpa Modal
Selain itu, banyak juga konsumen yang memesan Rendang Gadih melalui media sosial, seperti Instagram dan Tiktok, serta YouTube, marketplace seperti Shopee, Tokopedia, website pribadi, dan melalui pameran.
"Target negara selanjutnya yaitu Arab Saudi. Negara yang satu ini memiliki market yang besar, karena jamaah haji Indonesia banyak dan itu menjadi market potensial," kata Dedy.
Lebih lanjut Dedy mengungkap, regulasi ekspor kuliner terbilang sulit, karena banyak perizinan yang harus diurus, apalagi yang diekspor berupa olahan daging.
Baca juga: Cerita Budi Santoso Hasilkan Beragam Produk Garam Dengan Sistem Tunnel
“Di Eropa, Amerika, Jepang, dan Korea itu secara resmi tidak boleh daging olahan Indonesia yang dikirim dalam jumlah yang besar. Karena itu, biasanya kita mengubah olahan daging dengan tumbuh-tumbuhan, misal rendang jamur, nangka, dan rendang singkong,” lanjutnya.
Selain itu, harga bahan baku seperti daging dan cabai juga menjadi tantangan bagi Dedy. Terutama saat ramadhan dan lebaran, di mana harganya melonjak tinggi, bahkan cabai bisa menyentuh Rp 100 ribu per kilo.
“Kondisi ekonomi yang tidak stabil seperti krisis global, resesi, kenaika harga minyak, dan inflasi di Indonesia yang menyebabkan daya beli menurun, juga menjadi tantangan bagi kami,” tuturnya.
Baca juga: Kenali 7 Faktor Penyebab Kegagalan yang Harus Diketahui Pelaku Usaha
Tantangan lainnya yaitu, banyaknya pesaing yang berani memberikan harga lebih murah, serta regulasi pemerintah yang berubah-ubah.
“Misalnya Instagram, siapa yang menjamin aplikasi ini besok tidak akan ditutup seperti Tiktok oleh pemerintah atau malah hengkang dari Indonesia?,” tanyanya menutup obrolan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.