KOMPAS.com - Merintis sebuah bisnis dalam sektor food and beverages (FnB atau makanan dan minuman) tak sebatas memiliki modal, tapi juga perlu adanya validasi terhadap resep yang kamu miliki sejak awal.
Seperti halnya yang dilakukan oleh Pony Mastia atau lebih akrab disapa Tia, sejak sebelum menjalankan bisnis makanan penutup atau dessert, ia telah melakukan validasi terhadap rasa dari dessert buatannya.
“Menurut saya, bisnis FnB itu harus cari validasi kesesuaian rasanya terlebih dulu. Yang memberikan penilaian enggak bisa cuma lima atau sepuluh orang. Kalau sudah lebih banyak dari itu, baru kita tahu kalau produknya itu layak dijual,” ungkap Tia kepada Kompas.com saat dijumpai di Kantor FIFGroup Cabang Pasar Minggu, Rabu (15/11/2023).
Baca juga: Kisah Owner Ayam Hijrah, dari Pekerja Kantoran Hijrah Menjadi Pebisnis Kuliner Sukses
Nama usaha yang didirikan Tia adalah Kolegarasa (@kolegarasa.id), bedomisili di Cilandak, Jakarta Selatan. Menu yang tersedia di Kolegarasa adalah makanan penutup ala Korea, yakni aneka pudding, bungeoppang, gimbap, dan risol.
Inspirasi awal Tia memulai bisnis makanan penutup ala Korea adalah banyaknya masyarakat yang mengadopsi hal-hal yang berkaitan dengan Korea Selatan, karena kebiasaan menyaksikan drama Korea (drakor). Tia melihat ini sebagai peluang bisnis, yang bisa diterima oleh semua kalangan.
Mulanya, Tia adalah karyawan yang gemar memasak dan mencoba peruntungan dengan melayani pesanan dessert dari rekan-rekan kerjanya di kantor.
Usaha coba-coba yang dilakukannya tersebut, ternyata membuahkan hasil manis karena banyak yang menyukai dan ia kerap mendapat banyak pesanan.
Setelah mendengar testimoni dari para kolega yang membeli makanannya, ia mulai yakin dan memantapkan hati untuk menjadikan ini sebagai bisnis kecil yang bisa dijalankan, selagi ia bekerja sebagai pegawai kantoran.
Dengan inovasi menyediakan makanan ala Korea di saat-saat 'jam lapar' di kantor, Tia kemudian mendapat julukan sebagai ‘pemadam kelaparan’ dari rekan kerjanya.
“Saat ngantor dulu, saya yang jadi pemadam kelaparannya mereka. Jadi dari situ saya sudah tahu apa yang mau saya jual,” tutur Tia.
Dari hal itu pula, Tia percaya untuk memulai usahanya guna menyambung kehidupan keluarganya.
Baca juga: Cerita Pelaku UMKM Bisa Naik Omzet Lewat Pendanaan Fintech
Berkat kegigihan dan semangatnya, Tia mendapatkan tawaran dari Tajeer yang merupakan sebuah lembaga inkubator bisnis milik Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), untuk menggunakan kios kosong yang ada di kantin kampus UAI.
Kesempatan ini tidak begitu saja dilewatkan. Tia menerima tawaran itu dan kini ia telah berjualan di kantin UAI selama empat bulan. Tia juga merasakan tingginya antusiasme para mahasiswa untuk menikmati berbagai menu di Kolegarasa.
“Banyak yang senang mereka, karena sebelumnya tidak ada menu Korea-an yang seperti ini,” tuturnya.
Baca juga: Simak Cara Pemuda Ini Bangun Semangat Wiraswasta sambil Sekolah
Ia menceritakan, banyak mahasiswa bahkan para karyawan di UAI yang berdatangan ke kantin, tepatnya ke kios Kolegarasa untuk bisa membeli jajanan bungeoppang yang unik.
Bungeoppang adalah kue berbentuk ikan dengan berbagai isian, yang merupakan salah satu camilan favorit di Korea Selatan.
Namun, karena keterbatasan sumber daya manusia yang dialami Tia, membuatnya menerima banyak keluhan karena membuka kios di siang hari.
“Saya biasanya baru buka itu jam 11, karena saya mempersiapkan semuanya sendiri di rumah, belum ada yang bantuin. Nah, saya dengar mereka itu sering mondar-mandir ke kantin untuk datang ke kios saya dan menanti untuk beli bungeoppang,” lanjut Tia.
Dengan maksud untuk menyenangkan hati para konsumen, Tia sudah menyusun rencana untuk memproduksi lebih banyak bungeoppang. Katanya, ia akan menambah jumlah bahan hingga dua kali lipat.
“Dalam beberapa waktu ke belakang memang sudah rencana untuk menambah kuantitas, yang biasanya hanya pakai bahan 1 kilogram tepung, saya naikkan jadi 2 kilogram,” jelas Tia.
Hal itu berpengaruh pada besaran omzet yang diperoleh dari penjualan bungeoppang sendiri, yang dikatakan Tia bisa mencapai Rp 500.000 sampai Rp 600.000 per hari.
Baca juga: Kisah Heni Wijiastuti, Raup Cuan dari Hutan Kalimantan jadi Produk Herbal
Dibalik nama Kolegarasa, tersimpan sejuta cerita yang pernah Tia alami.
Katanya, nama Kolegarasa berawal dari sebuah kata, Kolega, yang selalu terngiang di benaknya sejak pertama kali ia mengetahui arti kata kolega dari pamannya.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kolega berarti teman sejawat atau teman sepekerjaan. Sedangkan rasa, adalah sesuatu yang bisa dirasakan oleh setiap orang melalui alat indera.
Bertubi-tubi rasa yang telah dilalui Tia, dari kesedihan yang mendalam atas kepergian sang ayah, hingga harus menjadi tulang punggung keluarga, menjadikan dasar kekuatannya untuk menjalankan usaha.
Dengan demikian, Kolegarasa menjadi perpaduan akan segala perasaan dan peristiwa yang telah dialami Tia, juga menjadi pengingat bahwa dahulu ia dapat memulai bisnis ini dari permintaan koleganya.
Ia berharap untuk ke depannya, Kolegarasa dapat memberikan segala rasa yang terbaik bagi para konsumen, juga bisa mempekerjakan tuna karya tanpa adanya pembatasan dan pembedaan.
Baca juga: Kisah Sukses Irena, Bawa Minuman Cokelat asal Jawa Timur ke Amerika Serikat
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.