Ia berencana, membuat produk ecoprint, dalam bentuk pajangan yang dipigura atau dalam bentuk lukisan.
Selain itu, cuaca yang berubah-ubah juga menjadi tantangan bagi Siti dalam menjalankan usaha ecoprint. Hal ini karena, dalam proses pembuatan ecoprint, produk yang sudah dicetak harus dijemur terlebih dahulu.
“Cuaca kalau sedang kering atau kemarau bisa langsung dan cepat (jadi), tapi kalau musim hujan sulit sekali,” ungkap Siti.
Untuk proses produksi, Siti dibantu oleh dua orang tetangganya, yakni satu laki-laki untuk mencari dedaunan dan seorang perempuan untuk membanti Siti mengolah bahan baku ecoprint di rumah produksi.
Baca juga: Dukung UMKM Tembus Pasar Global, Komunita Sahabat UMKM Bawa 208 Produk ke Nagoya
Sementara untuk penjualan dan promosi, Siti mengandalkan media sosial seperti Instagram dan Facebook, serta e-commerce seperti Shopee.
Siti mengaku enggan menitipkan produknya di toko oleh-oleh yang ada di daerah Rembang. Menurutnya, tak banyak peminat produk ecoprint di toko oleh-oleh, sehingga bisa menghambat perputaran uang.
“Dari sosial media saya berhasil menjual ke luar pulau, yaitu ke Sulawesi dan Bali. Omzet saya juga bisa menyentuh angka Rp 5 juta dalam sebulan,” pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang