Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bermodal Rp 500 Ribu, Siti Khulifah Merintis Usaha Anyaman Bungkus Kopi hingga Produk Ecoprint

Kompas.com - 21/11/2023, 16:14 WIB
Nur Wahyu Pratama,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Ada banyak teknik mencetak motif pakaian, salah satunya dengan teknik ecoprint.

Ecoprint merupakan teknik cetak menggunakan bahan yang ramah lingkungan atau alami, yang bisa digunakan pada banyak media, seperti kain, kertas, tanah liat, dan kulit.

Siti Khulifah, pemilik usaha Mutiara Collection sudah memulai usaha ecoprint sejak tahun 2019 di Rembang.

Baca juga: Cerita Jauhar Asmara Merintis DJACKs Fried Chicken, Jual Mobil untuk Modal

Sebelum menjalani usaha ecoprint, Siti pernah berwiraswasta di Kudus, Jawa Tengah selama tujuh tahun, namun kemudian menjadi babysitter di daerah Rembang, Jawa Tengah.

Tak hanya itu, Siti juga pernah bekerja di perhotelan, di bagian Informasi, di daerah Rembang pada tahun 2012.

“Saya putuskan berhenti bekerja, karena saya hamil dan harus menjaga kesehatan diri saya dan janin. Lalu saya mulai mencari pekerjaan kembali tetapi yang bisa menghasilkan uang dari rumah, terlintaslah menganyam bungkus kopi,” ungkap Siti saat dihubungi Kompas.com melalui panggilan telepon, Rabu (15/11/2023).

Baca juga: 4 Rahasia Sukses Bisnis Laundry ala Imron, Owner The King of Majapahit Treatment

Usaha Anyam Bungkus Kopi dan Makrame Sandal

Siti memulai usaha daur ulang bungkus kopi di tahun 2014. Ia mengawali usahanya, dengan mencoba membuat produk dari bungkus kopi, kemudian merambah ke makrame sendal.

Produk Mutiara CollectionNur Wahyu Pratama Produk Mutiara Collection

“Di sini banyak peminatnya kerajinan daur ulang seperti itu. Usaha ini juga bisa mengurangi sampah dan melestarikan alam, selain mendapatkan uang tentunya,” tutur Siti.

Wanita berusia 34 tahun tersebut, memulai usaha daur ulang bungkus kopi dengan modal di bawah Rp 500 ribu.

Baca juga: Cerita Santoso Usaha Batik Lasem, dari Modal Rp 15 Juta Sukses Beromzet Ratusan Juta

Tertarik Teknik Ecoprint

Kemudian di tahun 2019, Siti mulai tertarik dengan teknik ecoprint. Ia penasaran, bagaimana daun yang ditempel di berbagai media bisa mengeluarkan warna yang berbeda.

“Tahun 2019 saya mulai uji coba dan belajar untuk membuat ecoprint ini. Saya mencari guru untuk belajar formulanya,” kata Siti.

Saat ini, produk ecoprint Siti sudah ada empat, yaitu baju, mug, tumbler, dan kerudung. Biasanya, ia menggunakan daun jati, dan daun jaranan, atau daun air mata pengantin untuk menghasilkan motif ecoprint.

Produk Mutiara Collection (2)Nur Wahyu Pratama Produk Mutiara Collection (2)

“Ecoprint yang di mug berwarna orange, sedangkan yang di tumbler berwarna ungu. Aneh kan bisa beda? Hal ini karena pada media keramik itu, syaratnya harus sudah di-coating, kalau belum di-coating warnanya biasa saja,” paparnya.

Pesaing Makin Banyak dan Kendala Cuaca

Namun diakui Siti, pelaku usaha ecoprint di daerah Rembang sudah sangat banyak, sehingga persaingannya benar-benar ketat.

“Bahkan dari batik beralih ke ecoprint juga. Ini yang membuat saya mau tidak mau harus melakukan inovasi terhadap produk saya,” ujar Siti.

Ia berencana, membuat produk ecoprint, dalam bentuk pajangan yang dipigura atau dalam bentuk lukisan.

Selain itu, cuaca yang berubah-ubah juga menjadi tantangan bagi Siti dalam menjalankan usaha ecoprint. Hal ini karena, dalam proses pembuatan ecoprint, produk yang sudah dicetak harus dijemur terlebih dahulu.

“Cuaca kalau sedang kering atau kemarau bisa langsung dan cepat (jadi), tapi kalau musim hujan sulit sekali,” ungkap Siti.

Untuk proses produksi, Siti dibantu oleh dua orang tetangganya, yakni satu laki-laki untuk mencari dedaunan dan seorang perempuan untuk membanti Siti mengolah bahan baku ecoprint di rumah produksi.

Baca juga: Dukung UMKM Tembus Pasar Global, Komunita Sahabat UMKM Bawa 208 Produk ke Nagoya

Sementara untuk penjualan dan promosi, Siti mengandalkan media sosial seperti Instagram dan Facebook, serta e-commerce seperti Shopee.

Siti mengaku enggan menitipkan produknya di toko oleh-oleh yang ada di daerah Rembang. Menurutnya, tak banyak peminat produk ecoprint di toko oleh-oleh, sehingga bisa menghambat perputaran uang.

“Dari sosial media saya berhasil menjual ke luar pulau, yaitu ke Sulawesi dan Bali. Omzet saya juga bisa menyentuh angka Rp 5 juta dalam sebulan,” pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau