JAKARTA, KOMPAS.com - Craftote adalah salah satu Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) binaan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) yang membuat kerajinan tangan dengan menggunakan bahan dari alam. Craftote juga membangun coffee shop sebagai tempat pemasaran produknya.
Saat diwawancara oleh Kompas.com pada Kamis (7/3/2024), Tio Sujinata (50) menceritakan latar belakang bisnis Craftote miliknya. Kemudian, ia juga menjelaskan berbagai macam bahan alam yang digunakan untuk membuat produk kriya tersebut.
Bahkan salah satu produk mereka, yaitu Boheni Bambu Lamp memperoleh penghargaan pada acara Kriyanusa 2023 lalu. Produk tersebut diberi penghargaan sebagai kriya terbaik dari bahan serat alam dan sedang dibawa ke Eropa.
Baca juga: Teten Masduki Optimistis Sektor Kriya dan Wastra Indonesia Bisa Bersaing di Dunia
Sebelum memulai bisnis Craftote, Tio sebelumnya adalah seorang desainer grafis yang ikut membantu di sebuah panti asuhan yang ada di daerah Bintaro. Ia sering membantu keluarga di panti asuhan yang menjual frozen food.
Kemudian, ibu panti asuhan mulai menanyakan kepada Tio terkait lowongan kerja yang bisa diberikan pada anak panti asuhan. Namun, saat itu Tio menolak karena ia sendiri saat itu tidak membuka lowongan pekerjaan.
"Tapi waktu pulang ke Jakarta Barat, tempat kita, kita mulai berpikir. Eh, gimana kalau kita bikin usaha tapi karyawannya dari anak-anak panti. Menurut saya itu oke juga dan menarik," lanjut Tio.
Baca juga: Disabilitas di Malang Diberdayakan Melalui Kriya Seni Tekstil
Setelah itu, Tio mendatangi salah satu keluarganya yang juga seorang pengusaha di bidang kerajinan tangan selama 28 tahun. Ternyata, salah satu keluarganya kewalahan dalam memegang usaha tersebut karena terlalu banyak permintaan konsumen.
"Saya lihat peluang di situ, akhirnya saya boleh bikin usaha kayak dia. Tapi enggak boleh pakai brand dia, kami pakai brand sendiri. Brand kami lalu diberi nama Craftote," jelas laki-laki lulusan Institut Kesenian Jakarta tersebut.
Tio mengatakan bahwa Craftote sendiri memiliki arti. Craft artinya adalah kerajinan tangan dan tote yang berarti "jinjing". Jadi, Craftote adalah bisnis kerajinan tangan yang begitu dibeli bisa langsung dibawa oleh konsumen.
Baca juga: Tawarkan Kuliner dan Kerajinan UMKM, Surabaya Kriya Gallery Raup Omzet Ratusan Juta
Usaha Craftote milik Tio akhirnya resmi berdiri pada Mei tahun 2021 dan masih berlanjut hingga sekarang.
Tio menyebut pada saat awal-awal akan merintis Craftote, ia tidak memiliki dana yang banyak. Lalu akhirnya ia berpikir untuk menggunakan pendanaan swadaya dan dikombinasikan dengan usaha terpadu.
"Saya berpikir untuk memadukan kerajinan tangan dengan sebuah coffee shop," jelasnya.
Baca juga: Inovasi Produk Menjadi Kunci Bagi Sukirno Bertahan di Dunia Kriya Kayu
Lebih lanjut, saat pembukaan coffee shop ternyata usaha mereka didatangi oleh ibu lurah dan disarankan untuk bergabung ke UMKM. Mereka juga sempat dibantu oleh Jakpreneur.
"Usaha kami juga pernah didatangi Direktur UMKM dari Bank BRI se-Indonesia. Dia bawa tim dan foto-foto. Lalu ternyata dia kasih kita challenge. Kalau kita menang challenge tersebut, bisa buka coffee shop yang kedua," tutur Tio.
Challenge atau tantangan tersebut diterima oleh Tio dengan cara konsisten dengan produk yang dihasilkan. Tio lalu menceritakan bahwa akhirnya mereka menang challenge tersebut dan mendapatkan coffee shop kedua di Rumah BUMN BRI.
Baca juga: Produk Kerajinan Tangan HABE Sukses Tembus Pasar Global
Produk kriya yang dipasarkan oleh Craftote menggunakan prinsip sustainability dan ramah lingkungan. Hal ini diterapkan pada bahan-bahan yang digunakan untuk membuat produk kriya.
Kerajinan tangan milik Craftote ada yang terbuat dari abaka lalu dianyam. Kemudian, Craftote juga menggunakan pelepah pisang, eceng gondok, mendong, dan bambu. Nantinya bahan-bahan ini dianyam lalu dijadikan home decor, laundry bag, keranjang, dan hiasan lampu.
"Jadi semua bahan itu kami bentuk menjadi produk anyaman," jelas Tio.
Baca juga: Kresek Project, Bisnis Kerajinan Tangan dari Daur Ulang Sampah Kresek
Dalam proses produksi, Tio dibantu oleh pengrajin yang memiliki bidang keahlian masing-masing sesuai dengan bahan yang dianyam.
"Pengrajin pelepah pisang sendiri, eceng gondok sendiri. Memang sudah ada keahliannya masing-masing dan mereka gamau kalau ditukar karena sudah bukan bidangnya," cerita pemilik Craftote tersebut.
Selain itu, Craftote memiliki prinsip 3P, yaitu profit, people, dan planet. Tio mengatakan, profit artinya mendatangkan keuntungan, people artinya produk miliknya dapat bermakna bagi manusia.
Baca juga: UMKM Anyaman Pandan di Cileles Lebak Disebut Tumbuhkan Ekonomi Warga
"Kalau planet artinya produk kami harus ramah lingkungan dan tidak mencemari planet bumi ini," katanya.
Selanjutnya, Tio menyebut keuntungan yang didapat oleh Craftote berkisar Rp 50 juta per bulannya.
"Karena kami masih baru jadi omzetnya kira-kira Rp 50 juta per bulannya. Namun, saya harap ke depannya saya bisa juga memasarkan produk di Jerman pada 2029 nanti," lanjutnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.