“Saya membayar tenaga saja kepada tetangga dan saudara yang membuat layang-layang ini,” jelas dia.
Ketika musim kemarau, setiap perajin rata-rata bisa menghasilkan rata-rata satu hingga dua bal atau 2.000 lembar layang-layang. Dengan jumlah perajin sebanyak 15 orang, maka jumlah mainan yang bisa dihasilkan mencapai 15-30 bal atau antara 15.000-30.000 lembar layang-layang setiap pekan.
Layang-layang tersebut dijual kepada agen besar seharga Rp 350.000 per bal. Sehingga, omzet yang bisa didapat oleh Titin setidaknya Rp 5 juta hingga Rp 7 juta per pekan atau sekitar Rp 20 juta- Rp 40 juta per bulan pada musim tersebut.
Akan tetapi ketika musim hujan, omzet yang diperoleh bisa menyusut karena permintaan layang-layang mengalami penurunan.
Baca juga: Rully Mustakimah, Lulusan Sastra Arab yang Lihai Meracik Sabun Herbal
“Seperti saat ini musim penghujan, permintaan turun bahkan sepi sehingga produksi layang-layang juga kami sesuaikan. Tapi alhamdulillah, sedikit-sedikit masih ada yang memesan,” lanjut Tinawati.
Sebagaimana ketika Kompas.com berkunjung ke kediaman Tinawati, saat itu dia baru saja menerima order sebanyak dua bal atau 2.000 lembar layang-layang dari pembeli. Sebelumnya, dia belum mendapatkan order karena masih masuk musim hujan
Bisa dibilang usaha layang-layang ini merupakan bisnis musiman. Pendapatan tinggi akan dibukukan ketika musim kemarau. Demikian sebaliknya ketika musim penghujan.
Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Mantri BRI Unit Cijeruk Bogor yang membawahi perajin layang-layang di Cimande, Ricki Rahmat.
“Bisnis layang-layang memang bisnis musiman. Namun perajin layang-layang di sini, seperti Bu Titin, itu pembayaran cicilannya lancar,” kata Ricki.
Salah satu kunci lancarnya pembayaran adalah kedisiplinan dari nasabah dalam mengatur keuangan.
Sebagaimana diungkapkan Titin, setiap bulan dia selalu menyisihkan uang yang diperoleh dari penjualan layang-layang khusus untuk membayar cicilan KUR.
“Saya setiap minggu menyisihkan 15-20 bal yang dijual khusus untuk membayar cicilan pinjaman KUR ke BRI. Dari situ saja sudah cukup untuk menutup cicilan. Selebihnya, pendapatan akan saya alokasikan untuk membayar perajin dan membeli bahan baku,” kata dia.
Sebagaimana diketahui, banyaknya perajin layang-layang di Cimande mendorong BRI melalui kantor BRI Unit Cijeruk menjadikan usaha tersebut sebagai salah satu klaster usaha yang mendapatkan fasilitas KUR.
Baca juga: Raih Cuan dengan Menjadi Agen BRILink, Begini Strateginya
Klaster layang-layang ini merupakan sektor yang unik, yang bisa ditemui di Cimande dan berbeda dari klaster UMKM pada umumnya yang bergerak di bidang makanan.
“Memang ada keunikan pada klaster layang-layang ini. Di Kampung Tarikolot dan Lemahduwur perajin masih bertahan. Selain petani, kebun, di sana ada pekerjaan sambilan yakni membuat layang-layang,” kata Ricki.
Ricki mengungkapkan bahwa bisnis layang-layang di Cimande ini turut berkontribusi terhadap perekonomian masyarakat setempat. Sebagaimana yang dilakukan oleh Tinawati, usaha yang dijalankan bisa membantu perekonomian warga lainnya yang menjadi perajin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.