Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Batik Aromaterapi dari Madura, Berhasil Ekspor ke Amerika Serikat

Kompas.com - 03/10/2024, 16:15 WIB
Wahyu Adityo Prodjo

Editor

BANGKALAN, KOMPAS.com - Lembaran-lembaran kain batik terpajang rapi di berbagai sudut ruangan Toko Al-Warits di Bangkalan, Madura, Jawa Timur. Begitu masuk ke ruangan, aroma-aroma wangi khas rempah menguar dan menelusup masuk ke hidung. Saat hidung mencoba mencari sumber wangi tersebut, ternyata berasal dari kain batik.

Batik dengan wangi layaknya aromaterapi mungkin belum familiar bagi sebagian masyarakat Indonesia. Produk batik dengan wangi aromaterapi muncul dari sosok pemilik Al-Warits, Warisatul Hasanah (34). Warits, sapaan perempuan lulusan STIE Perbanas Surabaya tersebut membuat inovasi batik aromaterapi untuk memasarkan batik produksi para perajin dari Pulau Madura.

"Ada banyak wangi aromaterapinya. Totalnya ada puluhan aroma. Kalau untuk anak-anak, ada aroma jeruk, anggur, stoberi untuk anak-anak TK. Kalau untuk remaja, untuk wangi eksotis yang mix tanpa rempah. Kalau untuk dewasa, yang ada rempahnya," kata Warits saat ditemui Kompas.com di tokonya beberapa waktu lalu.

Baca juga: Lewat Fasilitas PKE, LPEI Dorong Eksportir Indonesia Garap Pasar Afrika

Wangi aromaterapi dengan varian rempah tersebut adalah pengembangan dari awal produksi batik inovasinya. Awalnya, Warits menghadirkan wangi kayu cendana untuk kain batiknya. Inovasi batik aromaterapinya bahkan sudah berhasil menembus pasar mancanegara di berbagai belahan dunia.

Warits mengenang perjalanan bisnis batik aromaterapinya dengan penuh lika-liku. Kala itu, Warits bermodalkan semangat untuk mandiri secara ekonomi saat menjalani masa kuliah. Namun, bisnis batik rintisannya tetap penuh perhitungan.

"Awalnya, merintis batik aromaterapi ini pada tahun 2008 saat di bangku kuliah semester 2. Waktu itu saya bercita-cita ingin menyelesaikan S-1 tanpa membebani biaya orangtua. Akhirnya saya berjualan batik," ujar Warits.

Batik dengan wangi layaknya aromaterapi mungkin belum familiar bagi sebagian masyarakat Indonesia. Produk batik dengan wangi aromaterapi muncul dari sosok pemilik Al-Warits, Warisatul Hasanah (34). Warits, sapaan perempuan lulusan STIE Perbanas Surabaya tersebut membuat inovasi batik aromaterapi untuk memasarkan batik produksi para perajin dari Pulau Madura.KOMPAS.com/WAHYU ADITYO PRODJO Batik dengan wangi layaknya aromaterapi mungkin belum familiar bagi sebagian masyarakat Indonesia. Produk batik dengan wangi aromaterapi muncul dari sosok pemilik Al-Warits, Warisatul Hasanah (34). Warits, sapaan perempuan lulusan STIE Perbanas Surabaya tersebut membuat inovasi batik aromaterapi untuk memasarkan batik produksi para perajin dari Pulau Madura.

Pada bulan Agustus 2008, Warits mendapatkan kesempatan untuk belajar ke Australia. Ia pun membawa batik produksi para perajin di Kabupaten Bangkalan. Batik yang ia bawa punya motif yang besar dan berwarna cerah. Saat dipresentasikan di depan calon pembeli, batiknya dianggap sama dengan lukisan, norak, dan tak spesial.

Warits yang masih hijau di dunia bisnis batik tak patah arang. Ia menjelaskan apa itu batik dan proses pembuatannya. Tantangannya pun bertambah saat mahasiswa dari Malaysia pun mengklaim batik merupakan produk asal Negeri Jiran.

"Tapi mereka belum bisa terima karena motif yang besar dan mencolok, warna yang cerah-cerah, mereka enggak mau pakai jadi baju. Kulit mereka yang sensitif, enggak mau asal pakai pakai pewarna sintetis. Saya berpikir kemudian bagaimana motif saya bisa diterima di Australia," tambah Warits.

Baca juga: LPEI: Sumatera Utara Jadi Salah Satu Tulang Punggung Ekspor Nasional

Ia pun memutar otak. Warits menemukan fakta bahwa orang Australia suka dengan kayu cendana. Awalnya, Warits heran dengan temuan itu. Setelah bertanya, ia tahu kalau orang Australia menyukai wangi kayu cendana.

"Pulang dari Australia, saya riset gimana batik kami bisa wangi kayu cendana. Pada tahun 2009, batik saya bisa dipasarkan, dijual, dan bisa wangi. Walaupun pas riset itu sering gagal. Ada yang berjamur, bercak-bercak, putih-putih, dan belang-belang. Tapi saya terus mencoba hingga dapat formula yang tepat, dan akhrinya bisa dijual dengan manfaatnya dan bisa diterima," pungkas Warits.

Terinpirasi dari Nenek Moyang hingga Berdayakan Ratusan Perajin

Batik dengan wangi layaknya aromaterapi mungkin belum familiar bagi sebagian masyarakat Indonesia. Produk batik dengan wangi aromaterapi muncul dari sosok pemilik Al-Warits, Warisatul Hasanah (34). Warits, sapaan perempuan lulusan STIE Perbanas Surabaya tersebut membuat inovasi batik aromaterapi untuk memasarkan batik produksi para perajin dari Pulau Madura.KOMPAS.com/WAHYU ADITYO PRODJO Batik dengan wangi layaknya aromaterapi mungkin belum familiar bagi sebagian masyarakat Indonesia. Produk batik dengan wangi aromaterapi muncul dari sosok pemilik Al-Warits, Warisatul Hasanah (34). Warits, sapaan perempuan lulusan STIE Perbanas Surabaya tersebut membuat inovasi batik aromaterapi untuk memasarkan batik produksi para perajin dari Pulau Madura.

Pembuatan batik wangi aromaterapi diakui Warits cukup sulit pada awal idenya tercetus. Ia kesulitan untuk melekatkan wangi aromaterapi di batik. Namun, Warits teringat dengan tradisi membatik nenek moyangnya.

"Kalau orang dulu, ibu, nenek saya itu dimandiin batiknya. Dimandiin itu diratus itu. Dulu pakai dupa setiap malam jumat. Karena itu ada mistisnya. Kalau kata orang dulu itu, batik ada nyawanya yang harus dijaga. Itu kata orang di daerah sini. Batik orang tua saya itu bau dupa ya. Tapi bukan dupa bau kemenyan. Tapi dupa-dupa bau kayu," ujar Warits.

Batik pada masa nenek dan ibunya, kerap kali disimpan di lemari bersama ragi, kemiri, dan lada. Penggunaan rempah tersebut untuk mengantisipasi kain batik rusak atau bolong digigit serangga. 

"Saat ini saya sudah formulakan jadi aroma terapi.sudah langsung simpel Dengan batik aroma terapi, tak perlu taruh bahan-bahan itu, tak perlu mandiin setiap malam jumat. Jadi sudah simple dengan aroma terapi, tak akan kena gigit," kata Warits.

Baca juga: Difasilitasi LPEI, CV Maharani Sukses Tembus Pasar Ekspor ke Berbagai Negara

Dengan modal pengetahuan turun-temurun dari nenek moyangnya, Warits mengembangkan formula wewangian aromaterapi untuk batiknya. Dengan proses perebusan, pengukusan, dan peratusan, wanginya bahkan bisa bertahan hingga empat tahun meski dicuci berulang kali. Kekuatan wanginya bisa bertahan lama tergantung kualitas batik.

"Aroma terapi di batik bisa sampai 4 tahun, ada 6 bulan, setahun tergantung kualitas batiknya. Kalau batik gentongan, batik kualitas bagus aroma terapi yang bagus dan tahan lama. Kalau diratus terus menerus, akan tahan lama," kata Warits.

Batik dengan wangi layaknya aromaterapi mungkin belum familiar bagi sebagian masyarakat Indonesia. Produk batik dengan wangi aromaterapi muncul dari sosok pemilik Al-Warits, Warisatul Hasanah (34). Warits, sapaan perempuan lulusan STIE Perbanas Surabaya tersebut membuat inovasi batik aromaterapi untuk memasarkan batik produksi para perajin dari Pulau Madura.KOMPAS.com/WAHYU ADITYO PRODJO Batik dengan wangi layaknya aromaterapi mungkin belum familiar bagi sebagian masyarakat Indonesia. Produk batik dengan wangi aromaterapi muncul dari sosok pemilik Al-Warits, Warisatul Hasanah (34). Warits, sapaan perempuan lulusan STIE Perbanas Surabaya tersebut membuat inovasi batik aromaterapi untuk memasarkan batik produksi para perajin dari Pulau Madura.

Aroma wangi yang ia hadirkan yaitu bunga mawar, bunga melati, cengkeh, kayu cendana, dan kayu gaharu. Pengembangan batik aromaterapinya kemudian Warits lanjutkan yakni stroberi, jeruk, anggur, sedap malam, dan wangi eksotis.

Pembuatan batik Al-Warits pun melibatkan para perajin dari Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. Total para perajin batik Al-Warits sekitar 157 perajin. Ia pun terus membuka kesempatan para perajin batik khususnya batik gentongan lainnya untuk bergabung.

"Dan kebetulan saya juga buka sekolah batik untuk anak sekolah maupun yang tak sekolah secara gratis. Ini banyak peminat dari generasi muda karena perajin batik gentongan ini sudah banyak yang sepuh dan meninggal. Saya khawatir batik gentongan ini bisa punah. Batik gentongan ini adalah batik terbaik di Madura. Jadi kualitas warnanya saya jamin sampai puluhan tahun akan semakin cerah," tambah Warits.

Baca juga: LPEI Tingkatkan Daya Saing Eksportir Jawa Timur lewat LPEI Export Forum 2024

Batik gentongan dikenal memiliki kualitas yang baik lantaran proses pembuatannya yang lama dan memiliki motif yang bagus. Kualitas motif batik gentongan hadir dari canting batik berukuran 0,5 mm. Dengan canting ukuran terkecil tersebut, proses pembuatan batik menjadi lama berkisar 6-12 bulan.

"Namun, tak bisa dipungkiri pembuatan batik gentongan ini sangat lama dan unik sehingga menghasilkan warna yang kuat sampai puluhan tahun," kata Warits.

Tembus hingga Amerika Serikat

Batik dengan wangi layaknya aromaterapi mungkin belum familiar bagi sebagian masyarakat Indonesia. Produk batik dengan wangi aromaterapi muncul dari sosok pemilik Al-Warits, Warisatul Hasanah (34). Warits, sapaan perempuan lulusan STIE Perbanas Surabaya tersebut membuat inovasi batik aromaterapi untuk memasarkan batik produksi para perajin dari Pulau Madura.KOMPAS.com/WAHYU ADITYO PRODJO Batik dengan wangi layaknya aromaterapi mungkin belum familiar bagi sebagian masyarakat Indonesia. Produk batik dengan wangi aromaterapi muncul dari sosok pemilik Al-Warits, Warisatul Hasanah (34). Warits, sapaan perempuan lulusan STIE Perbanas Surabaya tersebut membuat inovasi batik aromaterapi untuk memasarkan batik produksi para perajin dari Pulau Madura.

Warits terbilang sukses memasarkan batik aromaterapinya ke pasar mancanegara. Warits tak menampik bahwa ia awalnya lebih memilih pasar luar negeri dibandingkan pasar dalam negeri. Penjualan produk batik aromaterapinya bahkan mencapai Amerika Serikat.

Ekspor perdananya berasal dari keberhasilannya di Australia. Warits kemudian melebarkan sayap bisnisnya ke Malaysia, Singapura, Thailand, Korea Selatan, Jepang, Afrika Selatan, dan Amerika Serikat.

"Di Malaysia kami ada tiga outlet. Johor ada dua, Kuala Lumpur ada satu outlet. Kami ekspansi ke Singapura, Thailand, Korea ada di Busan dan Seoul, Jepang, Afrika Selatan, Amerika Serikat. Amerika Serikat dari tahun 2016 sampai saat ini. Di Amerika Serikat ada tiga outlet," ujar Warits.

Baca juga: Desa Devisa Batik Aromaterapi Binaan LPEI Berhasil Ekspor ke Amerika

Ia menyebutkan, dirinya pernah mendapatkan pesanan hingga 5.000 kain batik aromaterapi ke Thailand. Warits pun mengerahkan para perajin batik Al-Warits untuk memenuhi pesanan tersebut.

Batik dengan wangi layaknya aromaterapi mungkin belum familiar bagi sebagian masyarakat Indonesia. Produk batik dengan wangi aromaterapi muncul dari sosok pemilik Al-Warits, Warisatul Hasanah (34). Warits, sapaan perempuan lulusan STIE Perbanas Surabaya tersebut membuat inovasi batik aromaterapi untuk memasarkan batik produksi para perajin dari Pulau Madura.KOMPAS.com/WAHYU ADITYO PRODJO Batik dengan wangi layaknya aromaterapi mungkin belum familiar bagi sebagian masyarakat Indonesia. Produk batik dengan wangi aromaterapi muncul dari sosok pemilik Al-Warits, Warisatul Hasanah (34). Warits, sapaan perempuan lulusan STIE Perbanas Surabaya tersebut membuat inovasi batik aromaterapi untuk memasarkan batik produksi para perajin dari Pulau Madura.

Meski demikian, Warits pun tak melupakan pasar dalam negeri. Sejumlah kalangan termasuk politisi seperti Khafifah Indarwangsa, Arumi Bachsin, Yanti Airlangga pun memesan batik aromaterapi miliknya.

"Termasuk di dalam negeri misalnya Bu Khafifah, Bu Arumi Bachsin pesan 3.000 buah dan minta cepat, kami selalu siap. Makanya dinas terkait, provinsi, kabupaten, Dekranasda RI itu pesan ke kami, kami selalu siap memenuhi pesanan," kata Warits.

Baca juga: Tiga Desa Devisa Binaan LPEI Tampil di IFEX 2024

Harga batik aroterapinya dijual Warits mulai Rp500.000 hingga Rp50 juta. Batik gentongan aromaterapi bermotif oget-oget misalnya dijual dengan harga Rp30 juta.

"Ini batik gentongan yang kain terbaik yang tebal. Kalo dibatik satu kali tak menyerap, ini dibatik berulang-ulang. Canting 0,5 mm itu yang terkecil dan itu yang lama. Pembuatan bisa sampe 6-12 bulan pengerjaannya. Itu belum pewarnaannya, dan aroma terapinya. Ini jadi mahal karena ukuran, pengerjaan, kain bagus, motif kecil-kecil dan awet bisa puluhan tahun," ujar Warits.

Didukung LPEI

Batik dengan wangi layaknya aromaterapi mungkin belum familiar bagi sebagian masyarakat Indonesia. Produk batik dengan wangi aromaterapi muncul dari sosok pemilik Al-Warits, Warisatul Hasanah (34). Warits, sapaan perempuan lulusan STIE Perbanas Surabaya tersebut membuat inovasi batik aromaterapi untuk memasarkan batik produksi para perajin dari Pulau Madura.KOMPAS.com/WAHYU ADITYO PRODJO Batik dengan wangi layaknya aromaterapi mungkin belum familiar bagi sebagian masyarakat Indonesia. Produk batik dengan wangi aromaterapi muncul dari sosok pemilik Al-Warits, Warisatul Hasanah (34). Warits, sapaan perempuan lulusan STIE Perbanas Surabaya tersebut membuat inovasi batik aromaterapi untuk memasarkan batik produksi para perajin dari Pulau Madura.

Bisnis batik Al-Warits yang melanglang buana ke mancanegara pun tak lepas dari dukungan  dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). LPEI memberikan pendampingan terkait pengetahuan cara mengekspor, penguatan manajemen keuangan dan kelembagaan, pelatihan desain batik, hingga pemberian alat produksi.

"Bukan hanya belajar tentang ekspor dari LPEI kami juga dibina untuk pelatihan desain batik gentongan dari 11 desa kemudian kita diberikan fasilitas selain pelatihan desain batik gentongan kami juga difasilitasi mesin plorot dan mesin pencelupan," ujar Warits.

Batik Aromaterapi Al-Warits juga masuk ke dalam program Desa Devisa LPEI. Warits merupakan mitra LPEI dari Coaching Program for New Exporter (CPNE) sebagai mitra pendamping para perajin batik.

Baca juga: Siapkan Platform Marketplace, LPEI Dukung UKM Binaan BRI Mendunia

Dengan dukungan LPEI, Batik Al-Warits diharapkan bisa menghasilkan desain batik yang baru dan bisa meningkatkan pendapatan para perajin hingga Rp 1.250.000 per bulan. Sebelumnya, para perajin hanya mendapatkan pendapatan Rp 300.000 per bulan

Selain itu dukungan sarana produksi juga dapat meningkatkan total kapasitas produksi yang mulanya hanya 400 batik per hari menjadi 4.000 batik per hari.

Waris menargetkan tahun 2024 ini omzet batik aromaterapi Al-Warits ini dapat mencapai Rp 2 miliar dibandingkan omzet tahun-tahun sebelumnya yakni berkisar Rp 1 miliar.

"Jadi tahun ini omzetnya diprediksi bisa capai Rp 2 miliar, dan semoga bisa semakin memperluas pasar ekspor hingga ke seluruh benua," tambah Warits.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau