KOMPAS.com - Sektor pertanian atau agribisnis adalah salah satu sektor yang masih banyak mengalami permasalahan dalam pengelolaannya. Hal ini disebabkan karena para petani atau petambak, masih menggunakan cara tradisional dalam mengurus segala keperluan lahannya.
Padahal, saat ini sudah semakin banyak kesempatan bagi para petani dan petambak untuk memaksimalkan hasil panen mereka menggunakan startup teknologi.
Rokhanatun Nafi’ah adalah salah seorang pengembang startup yang berasal dari Surabaya, Jawa Timur. Ia sudah mulai menekuni hal ini sejak dirinya masih mengenyam pendidikan tinggi di salah satu universitas dengan jurusan teknik industri.
Baca juga: 4 Strategi Membangun Bisnis Startup Pertanian
Wanita yang akrab dipanggil Nafi ini menceritakan, bagaimana ia dan seorang rekan kuliahnya mulai membangun bisnis startup dengan nama Crustea, berdasarkan pengalaman yang dirasakan keduanya.
“Dulu, ketika masih kuliah, saya dan founder Crustea sering berinteraksi dengan para petambak yang berkeluh kesah sering mengalami gagal panen. Salah satunya, karena kadar oksigen di tambaknya tidak stabil,” ungkap Nafi membuka pembicaraan dalam sambungan telepon.
Mendengar keluhan dari para petambak, menggerakkan hati Nafi untuk membuat sebuah solusi bagi para petambak, agar bisa memaksimalkan produktivitas mereka.
Ia tidak bergerak sendiri, melainkan bersama dengan seorang rekannya memulai semuanya dengan berupaya untuk membudidayakan udang di tambak mereka sendiri.
Sayang, bukan hasil manis yang mereka terima, tetapi justru mereka turut merasakan gagal panen oleh karena beberapa penyebab.
Baca juga: Perjalanan Ahmad Fauzi Bangun Usaha, dari Beternak hingga Ciptakan Sijalu Smart Poultry
Dari pengalaman tersebut, akhirnya Nafi dan rekan-rekannya merancang beberapa inovasi teknologi akuakultur yang ramah lingkungan.
Tiga produk yang telah dihasilkan Crustea di antaranya adalah Eco-Aerator atau aerator yang terintegrasi dengan panel surya, EBII System atau teknologi monitoring kualitas air tambak secara real time dalam empat parameter.
Dan produk ketiga adalah Smart Energy untuk memonitor penggunaan energi listrik, serta adanya sistem early warning system.
“Awalnya kami membangun ini memang dari internal saja. Kebetulan karena saya dari jurusan teknik industri dan founder saya dari teknik elektro, jadi kami memikirkan solusi masalah para petambak,” jelas Nafi.
Melalui ketekunan dan semangat pantang menyerah, mereka berhasil menciptakan solusi, yakni untuk permasalahan kadar oksigen dalam air dan juga menurunkan biaya operasional penggunaan listrik.
Meski berhasil mengembangkan teknologi tersebut, kendala yang dialami oleh Nafi dan rekannya adalah kurangnya keterampilan berbisnis, sehingga mereka belum bisa mengimplementasikannya kepada petambak mitra.
Beruntung, mereka terpilih menjadi salah satu peserta inkubasi bisnis pada awal tahun 2022.
Baca juga: KemenKopUKM Adakan Business Matching untuk Inkubasi 172 Startup