KOMPAS.com - Sampah organik berupa sisa batang dan dahan pohon kerap dianggap tidak memiliki nilai ekonomis. Banyak petugas kebersihan yang menolak untuk mengangkut sisa-sisa potongan sampah tersebut ke tempat pembuangan akhir.
Meski kerap dianggap tak memiliki ekonomi, sampah organik kayu dan batang pohon justru punya nilai jual tinggi jika diolah dengan tepat.
Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh Rena Arifah (61), seorang dosen di sebuah perguruan tinggi di Medan Sumatera Utara, sekaligus wirausahawan dengan produk arang briket merek Briket-Q.
Baca juga: Kisah Hajjah Zaenab, Kembangkan UMKM dan Ajak Masyarakat Ikut Koperasi
Sebagai dosen, Rena Harifah melakukan terobosan untuk menjawab persoalan besar yang ada lingkungan sekitarnya, yakni sampah organik berupa potongan kayu yang tidak pernah diangkut oleh petugas kebersihan.
Dan di tangannya, sampah-sampah organik tersebut bisa diolah dan menghasilkan pundi-pundi cuan. Tak hanya bagi dia sendiri, namun juga masyarakat sekitar.
Rena Harifah berkisah bahwa awal mula dia punya inisiatif mengolah sampah batang pohon dimulai pada 2015. Saat itu dia melihat di berbagai sudut Kota Medan ada banyak batang pohon yang tidak diangkut oleh petugas kebersihan. Batang-batang itu teronggok begitu saja di pinggiran jalan.
Tak hanya itu, kanal yang ada di beberapa lokasi di Medan juga dipenuhi oleh sampah-sampah batang pohon.
Karena merasa prihatin dengan kondisi itu, dia mulai berinisiatif untuk memrosesnya melalui pembakaran tidak sempurna.
"Kalau sempurna, kayu-kayu tadi jadi abu dan tidak bisa diolah. Setelah selesai pembakaran selesai, akan dihasilkan dua produk yakni arang dan asap cair. Arang bisa dibuat menjadi briket, sedangkan asap cair bisa dimanfaatkan sebagai pengawet kayu," kata dia saat ditemui di acara pelatihan penulisan konten digital yang diselenggarakan oleh Kemenkop UKM dan Kompas.com, Senin (4/7/2022).
Rena menuturkan, arang yang dihasilkan kemudian dihaluskan hingga menjadi abu. Setelah itu, dicampur dengan tepung kanji dan dikeringkan.
"Hasilnya berupa briket, dan jika briket yang dioleh tersebut dibakar, itu hasilnya akan bagus dan bersih karena tidak ada abu yang keluar.
Baca juga: Cara Bangkit dari Kegagalan Bisnis Setelah Kena Tipu
Sementara itu untuk produk berupa asap cair, Rena menjelaskan, dia langsung menjual hasil tersebut kepada pembeli karena dia tidak fokus pada bisnis pengawetan kayu.
"Satu liter asap cair saya jual seharga Rp 10.000. Kemudian untuk briket arang saya menjualnya per kilogram Rp 10.000," jelas Rena.
Rena bercerita bahwa usaha usaha pengolahan sampah kayu menjadi briket arang ini juga memunculkan bisnis turunan, yakni alat pembakaran. Alat tersebut diciptakannya agar bisa digunakan untuk mengolah sampah-sampah organik serupa agar memiliki nilai ekonomi.
Khusus untuk alat ini, segmen yang disasar adalah pemerintah daerah. Ini karena harga per unitnya relatif mahal, serta untuk membantu menyelesaikan persoalan sampah organik yang ada d berbagai lokasi.
"Saya menyasar pemda karena alat ini per unitnya seharga Rp 100 juta. Dengan alat ini diharapkan para pemda bisa menyelesaikan persoalan sampah organik ini," jelasnya.
Hingga kini, Rena dan suaminya telah berhasil memproduksi 4 unit alat pengolahan. Di mana salah satu pemesannya adalah PT PLN (Persero). BUMN kelistrikan itu membeli alat buatan Rena untuk diberikan kepada kelompok UMKM agar bisa memproduksi sendiri arang dari sampah organik.
Dari usaha yang dijalankan tersebut, Rena dalam sehari setidaknya berhasil meraup omzet sebesar Rp 1 juta hanya dari penjualan arang. Di luar itu, dia juga dapat penghasilan dari penjualan asap cair, dan yang pasti penjualan alat pengolahan.
Produk arang merek Briket-Q yang diproduksi Rena telah dijual ke berbagai daerah. Bahkan, hotel-hotel di Medan telah menggunakan Briket-Q untuk memanggang daging serta BBQ.
"Di daerah-daerah seperti Kabanjahe dan Sidikalang, banyak penginapan yang menggunakan Briket-Q sebagai penghangat ruangan karena tidak menimbulkan abu," jelas Rena.
Namun yang lebih penting dari itu, inisiatif Rena mengolah sampah organik kayu menjadi briket arang telah mendorong munculnya kelompok-kelompok yang memproduksi arang briket dari sampah organik.
Baca juga: Flame Leather, UMKM Purworejo Olah Kulit Sapi hingga Beromzet Belasan Juta Rupiah
Rena bercerita bahwa setelah dia berhasil memproduksi arang tersebut, sejumlah kelompok masyarakat menjadi tertarik untuk belajar cara membuatnya.
"Saya latih mereka secara gratis jika mereka mau datang ke rumah saya," kata Rena.
Selain itu, inisiatif mengolah sampah organik kayu ini juga membuat petugas kebersihan antusias untuk mengangkut sisa potongan kayu untuk kemudian dipotong-potong dan disetorkan ke Rena.
"Mereka para petugas dan honorer kebersihan itu saya kasih tambahan uang jika mau memotong-motong kayu sebagai bahan baku arang. Mereka menjadi bersemangat untuk memungut kayu-kayu sisa," ujarnya.
Apa yang telah dilakukan oleh Rena untuk mengolah sampah organik kayu menjadi briket, telah memberikan dampak yang bagi perbaikan ekonomi bagi masyarakat. Kelompok-kelompok yang membuat arang, mendapatkan tambahan penghasilan dari mengolah sampah kayu.
Selain itu, inisiatif ini juga berhasil menyelesaikan persoalan sampah kayu yang selama bertahun-tahun tak terselesaikan di Kota Medan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.