JAKARTA, KOMPAS.com - Tidak pernah terpikir oleh seorang Ramanda Audia Adam (41) pada tahun 2015 lalu, bahwa bisnis Kozi Coffee miliknya akan sebesar saat ini.
Hadir pertama kali di Gudang Selatan Bandung dan hanya menjual kopi saja, kini Kozi memiliki 14 cabang yang tersebar di Bandung, Jakarta, Makassar, Indramayu dan Bekasi.
Ramanda mengaku, bisnis ini nekat ia bangun semata-mata karena passion dan kecintaannya terhadap kopi.
“Waktu pertama itu cuma jual kopi tanpa ada menu lain, setelah memasuki umur ke 7 ini, Kozi sekarang ada 14 cabang. Mungkin kalau ditanya kenapa bisa gitu, ya karena gue passionate sama kopi dan suka banget,” tutur Ramanda, saat ditemui di Jakarta Coffee Week 2022, pekan ini.
Baca juga: Coffee Mocktail, Tren yang Menjadi Peluang Bisnis Baru Industri Kopi
Modal yang tidak sampai Rp 100 juta dan masih mengandalkan manual brew, Kozi Coffee terus berkembang dan bertahan dengan memberikan servis yang berkualitas untuk pengunjung.
Menurut Ramanda, bergelut di bisnis coffee shop perlu memiliki etos servis "bintang lima", mulai dari produk, bahan, hingga sampai ke tangan pelanggan.
“Namanya kita berbisnis makanan dan minuman, pertama harus menyajikan produk yang baik, harus bertanggung jawab ke bahan-bahan, harus bertanggung jawab terhadap proses pembuatan,” sambungnya.
Bekerja sama dengan beberapa roastery untuk biji kopinya, kini Kozi bergerak di tiga jenis produk yaitu coffee shop, roastery dan makanan atau eatery.
Persaingan industri kopi yang kini sudah kian ketat, namun Kozi tetap optimis bahwa akan selalu ada pasar untuk para penikmat kopi di Indonesia.
Baru-baru ini, tren minuman mocktail muncul di berbagai layanan Food and Beverages (FnB). Saat disinggung hal tersebut, Ramanda tetap optimis tren kopi khususnya kopi susu akan tetap unggul di Indonesia.
Baca juga: Enggak Cuma Kekinian, Ini yang Harus Diperhatikan Jika Ingin Buka Warung Kopi
“Masih banyak pasarnya karena kopi susu kita kenal dari lama. Itu tradisi kita belum akan bergeser. Ada tren mocktail, cuma kan mocktail buatnya sulit, bahan dan harga tidak murah. Jadi ya akhirnya mocktail hanya jadi variasi, Indonesia masih sensitif masalah harga,” ungkap Ramanda.
Hal ini juga didukung dengan penjualan yang paling menonjol di Kozi sendiri, menurut Ramanda, hingga saat ini kopi susu masih menjadi favorit pelanggan dan juga kopi lain khas dari Kozi.
“Kopi sih sama-sama dengan tren kekinian kopi susu. Kita punya kosangsu kopi pisang susu yang berbeda,” jelasnya.
Sadar akan besarnya potensi industri kopi di Indonesia, sebagai pemilik Kozi, Ramanda mengaku pemerintah pun perlu ikut turun tangan mendorong industri ini agar semakin besar.
Selain masalah bahan baku, Ramanda juga mengaku perlu adanya tangan pemerintah agar industri kopi bisa lebih dikenal di pasar internasional.
“Inisiatif pemerintah perlu misalnya beli green bean, bahan baku supaya bisa lebih murah, buat belanja lebih murah, selain itu juga perlu dukungan buat bertemu buyer luar negeri itu perlu, buat ketemu ke hulunya,” ungkap Ramanda.
Baca juga: Lewat Misionaris, Kopi dari Manggarai Timur Berhasil Tembus Meksiko dan Jerman
Lebih lanjut, pemilik Kozi ini pun menaruh perhatiannya terhadap specialty coffee yang harganya masih terbilang mahal di Indonesia.
Menurutnya, semua kembali pada bahan baku dasar yang perlu memiliki harga yang terjangkau bagi para pelaku di industri kopi.
“Kalau kita mau naikin lagi specialty coffee, harganya harus murah, beansnya harus bisa murah dulu,” tutup Ramanda.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.