Buangdisini bahkan telah memiliki aplikasi yang bisa diakses pengguna Android atau IOS. Aplikasi tersebut ditujukan kepada penjual sampah plastik atau yang disebut dengan changer.
Saat ini sudah ada 1.000 pengguna aplikasi Buangdisini sejak di-launching pada tahun 2022. Dalam aplikasi tersebut, pengguna dapat menjual sampah plastik dengan harga antara Rp 5.200 - Rp 6.200 setiap kilogram.
"Dengan sistem jemput sampah Rp 5.200 per kilo, antar sampah Rp 6.200 per kilo. Aplikasi ini ditujukan utamanya bagi para pengepul, pemulung, tetapi personal juga bisa, siapapun pengumpul sampah plastik," katanya.
Baca juga: Mengenal Sistem Bisnis Waste4Change lewat Proses Daur Ulang Sampah
Rheza mengklaim, usahanya itu bisa meningkatkan pendapatan yang diterima oleh para mitranya.
"Dari awalnya hanya memperoleh Rp 800.000 - Rp 1 juta perbulan, sekarang mereka bisa mendapatkan Rp 3,4 juta perbulan," katanya.
Usaha mereka dapat mengelola sekian ton sampah plastik dengan cara mengurangi proses manual.
Seperti pada proses pembersihan sampah plastik yang pada umumnya menggunakan cara manual dengan disaring dan dikeringkan melalui sinar matahari.
"Itu kami pakai mesin, efektifitas waktu bisa 40 persen dan efisiensi biaya 20 persen," katanya.
Hasil cacahan plastik dipasok ke beberapa industri yang membutuhkan, seperti Pasuruan, Sidoarjo, Tangerang dan Serang.
Sementara untuk kerjasama dengan bank sampah, sudah ada beberapa pihak yang menyetorkan sampah plastik ke usaha mereka. Namun, secara kerjasama resmi belum dilakukan.
"Ada beberapa mencoba menyetor, tapi belum secara MoU, kami juga sudah bertemu dengan seperti bank sampah di Pakis, salah satu Ketua Bank Sampah di Kabupaten Malang, bertemunya masih di sekitar isunya dulu," katanya.
Baca juga: Dari Sampah Menjadi Berkah melalui Ekonomi Sirkular
Pendiri Buangdisini lainnya, Konshika Amanai Koeswara merasa bersyukur bisa bertemu dengan dua rekannya untuk membangun usaha Buangdisini. Menurutnya, belum banyak wanita yang mau bergabung dalam usaha pengelolaan sampah.
"Harapannya semoga kedepan beberapa pihak yang ada di dalam sektor hijau ini, bisa memberikan space atau ruang untuk perempuan nge-lead (menjadi pemimpin)," katanya.
Dia pun merasa masih perlu banyak belajar lagi tentang dunia wirausaha dengan dua rekannya. Sebab, Shiki sapaan akrabnya belum memiliki latar belakang sebagai pengusaha.
"Saya harus banyak belajar dengan lainnya, karena salah satunya saya belum punya strong background entrepreneurship, jadi masih belajar dengan dua rekan saya yang orang bisnis banget," katanya.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya