JAKARTA, KOMPAS.com – Sagu merupakan salah satu makanan pokok di Indonesia. Pada umumnya, masyarakat Indonesia yang tinggal di wilayah Indonesia Timur, seperti Maluku dan Papua menjadikan sagu sebagai makanan pokok pengganti nasi.
Selain itu, makanan berbahan dasar sagu dapat dijumpai di Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Salah satu makanan khas Sulawesi Selatan yang menggunakan sagu adalah kapurung.
Baca juga: Cerita Christine Membangun Bisnis Biji Kopi Panggang untuk Kenalkan Toraja Sapan
Peluang ini rupanya dilihat oleh Wagiman sebagai founder dari Sago One. Wagiman yang lahir pada tahun 1960, melihat potensi ekonomi dari berlimpahnya sagu di daerahnya.
Tahun 2011, Wagiman mulai membangun Sago One. Dengan menggunakan sepeda motor, ia menjajakan sagu yang dijualnya ke berbagai pelaku usaha.
Namun kini, karena usia Wagiman yang semakin menua, maka usaha Sago One dilanjutkan oleh anaknya, Rully (31).
Diceritakan Rully, dulu di awal membangun Sago One, Wagiman menjual sagunya keliling pasar dengan memberikan sampel sagu secara gratis.
"Jadi, saat itu konsumen mencoba dulu, kalau cocok baru bayar," kata Rully dalam acara Bunex 2023 di ICE BSD, Kamis (7/9/2023).
Lebih lanjut ia mengungkap, sagu yang dijual di Sulawesi Selatan mayoritas adalah sagu basah, sehingga rentan rusak.
Sebab itu, selain ke pasar-pasar, Wagiman juga menjual sagunya ke beberapa penjual bakso yang ada di Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
“Ayah saya asli dari Solo. Kalau di Jawa, khususnya asli daerah Solo, kebanyakan orang bikin bakso pakai sagu,” jelasnya.
Baca juga: Cerita Via Merintis Usaha Lova Cookies, Selalu Siap Menerima Permintaan Khusus
Di era digital sekarang ini, Rully mengaku, sebagai pelaku usaha, dirinya juga ingin memanfaatkan kemudahan e-commerce untuk memperluas jangkauan pasar.
Sayangnya, tak semudah itu bagi Sago One. Pasalnya, sagu memiliki massa yang berat.
“Karena sagu berat, maka biaya pengiriman menjadi mahal. E-commerce juga belum mendukung pengiriman satu mobil pick-up atau satu mobil truk,” jelas pria jebolan Universitas Negeri Makassar ini.
Ia mengakui, tantangan menjual Sago One ini salah satunya adalah soal distribusi. Untuk pengiriman sagu ke luar pulau Sulawesi terbilang sulit, karena ongkos pengiriman yang mahal.
Selain itu, belum optimalnya e-commerce untuk mendukung usaha yang berkonsep Bussiness to Business (B2B), yang memiliki produk berat seperti sagu.
Namun, hambatan tersebut tidak menyurutkan niat Rully untuk mengembangkan usaha ayahnya.
Salah satu strategi yang dilakukan Rully, yaitu menjual Sago One ke beberapa temannya untuk didiversifikasi.
“Salah satu olahan dari sagu yang dibuat oleh teman-teman, yaitu bagea, yang sudah dilakukan modifikasi dengan penambahan rasa coklat, capuccino, dan lainnya,” ujarnya.
Baca juga: Cerita di Balik Usaha Sambal Bu Rudy, Bermula dari Jualan Nasi Pecel Rp 1.000
Dari sana, Rully semakin melihat Sago One memiliki potensi besar untuk berkembang. Ia pun mengembangkan digital marketing dan membuat kemasan ritel, agar pengiriman sagu lebih mudah.
“Saya coba mengembangkan digital marketingnya. Saya mencoba membuat kemasan ritel, mempromosikan lewat media sosial dan juga website,” ungkap Rully.
Dengan memanfaatkan platform online, kini Rully dapat menjual sebanyak tiga hingga lima ton tepung sagu, dengan harga Rp 250 ribu per 25 Kg.
Saat ini, Rully sudah menjual Sago One ke tiga Provinsi, yakni Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tenggara.
Tak berhenti di situ, Rully mencoba menembus pasar ekspor. Ia bahkan telah menyiapkan company profile, bisnis matching, dan surat lainnya untuk menjual Sago One ke pasar luar negeri.
Baca juga: Cerita Sulis Ardiana Merintis Cold N Brew, Gigih Kenalkan Tren Ngopi hingga Punya 13 Cabang
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.