“Kalau dioramanya lebih besar dan lebih rumit biasanya mulai dari puluhan juta sampai ratusan juta. Biasanya tergantung kerumitan dan detail seperti apa,” ungkapnya.
Di Indonesia, sebenarnya diorama sudah cukup lama eksis. Cuma, ke eksposnya baru sekarang karena media sosial.
Taufik mengatakan, kita punya komunitas yang bernama DSAS (Diorama Share And Sale).
“Dinamakan DSAS karena kita ingin mendukung teman-teman UMKM dan seniman lokal agar dioramanya bisa dibagikan di media sosial dan bisa dijual-belikan,” lanjutnya.
Baca juga: Pemuda Putus Sekolah di Lampung Dilatih Desain Grafis dan Bisnis Digital
Untuk saat ini, karya Taufik sudah berhasil dijual di Luar Negeri, seperti Kanada, Malaysia, Singapura, China, Hongkong, dan Taiwan.
“Saya senang dengan pembeli dari luar negeri karena orang luar negeri tidak banyak nawar harga dan biasanya saya memberikan harga bisa dua kali lipat dibanding harga lokal,” guyon Taufik.
Saat awal memulai usaha, Taufik mampu memperoleh omset mencapai Rp 15 juta hingga Rp 20 juta.
Baca juga: Perjalanan Ahmad Fauzi Bangun Usaha, dari Beternak hingga Ciptakan Sijalu Smart Poultry
“Kalau sekarang kayanya bisa lebih besar karena sekarang media sosial cukup ramai dan saya banyak kolaborasi sama teman-teman komunitas,” terangnya.
Taufik mengatakan, karya seni tidak hanya dapat dinikmati oleh pribadi, tetapi bagaimana caranya orang luas skala global juga bisa menikmati karya kita.
“Ini lho, anak Indonesia, yang punya keterbatasan tapi menghasilkan karya yang dilirik di berbagai belahan dunia,” pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.