Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jalankan Usaha "Kerupuk Miskin", Jubaedah Berdayakan Para Janda Lanjut Usia

Kompas.com - 24/03/2024, 08:12 WIB
Bambang P. Jatmiko

Penulis

Sistem Bagi Hasil

Selain produksi yang tidak ada target, wanita yang kerap dipanggil Mak Edah ini tidak menerapkan sistem gaji tetap terhadap para karyawannya, sebagaimana yang dilakukan pemilik usaha pada umumnya. Sistem yang diambil adalah bagi hasil.

Setiap kilogram kerupuk yang terjual, rata-rata keuntungan yang diperoleh adalah Rp 10.000. Semakin besar produksi, semakin banyak margin yang didapat.

Namun pada waktu-waktu tertentu, keuntungan tersebut menyusut karena harga bahan baku yang melonjak. Sebagaimana yang terjadi pada beberapa waktu lalu ketika harga tapioka naik signifikan, keuntungan yang dia peroleh juga tergerus.

“Keuntungan bisa naik dan turun, tergantung dari harga bahan baku. Tapi rata-rata dalam setiap kilogram saya bisa mendapatkan keuntungan Rp 10.000.

Baca juga: Indeks Digitalisasi UMKM dari Bank BRI Dinilai jadi Tolak Ukur Pengembangan UMKM

Keuntungan yang didapat akan dibagi rata dengan para pekerja yang terlibat dalam produksi kerupuk. Sementara pekerja yang mendapat bagian pekerjaan lain, perhitungannya akan disesuaikan.

Uang bagi hasil tersebut selalu diberikan setiap hari, karena para janda lansia tersebut selalu mengandalkan pendapatan tersebut untuk menutup kebutuhan hariannya.

Ajukan Pinjaman Rp 3 Juta

Bisnis yang dijalankan oleh Jubaedah telah berjalan selama 7 tahun. Selama itu pula dia menghadapi naik-turunnya usaha. Terlebih lagi ketika dia membutuhkan modal usaha, dia sering merasa kesulitan untuk memperoleh pendanaan.

Salah satu momen yang paling dia ingat adalah saat pandemi tahun 2021. Saat itu dia membutuhkan tambahan modal usaha agar produksi kerupuk bisa tetap survive. Beberapa kali mengajukan pinjaman tidak berhasil karena usaha yang dijalankan dinilai kurang layak diberi kredit.

Di tengah kesulitan yang dia hadapi, dia kedatangan petugas dari PT Permodalan Madani, yang menjadi bagian dari Holding Ultramikro yang dipimpin oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI).

“Saat itu saya dapat pinjaman Rp 3 juta. Saya cicil 20-30 kali dan lunas. Sekarang saya juga masih menjadi nasabah PNM karena prosesnya mudah dan cepat, tanpa sulit. Yang penting ada usaha dan setoran lancar,” ungkapnya.

Karena cicilan lancar, kini Jubaedah bisa mendapatkan fasilitas pinjaman hingga Rp 9 juta, yang dia gunakan untuk membantu berjalannya proses produksi kerupuk serta usaha lainnya yakni jamu tradisional.

Baca juga: Dongkrak Rasio Wirausaha, KemenKopUKM dan BRI Hadirkan Growthpreneur

Bantuan yang diterima Jubaedah tak hanya fasilitas pinjaman. Dia juga dibantu untuk pengurusan sertifikat halal serta sertifikat lainnya yang dibutuhkan UMKM.

Bahkan atas kegigihannya dalam berbisnis serta merangkul para lansia, kerupuk miskin yang diproduksi turut dihadirkan pada acara silaturahmi bersama Presiden Joko Widodo di Bekasi pada beberapa waktu lalu.

“Kerupuk Miskin yang saya produksi bahkan dipromosikan langsung oleh Bapak Presiden saat acara di Bekasi,” kata Mak Edah.

Komitmen Holding Ultramikro

Holding Ultramikro yang dipimpin oleh BRI berkomitmen untuk melayani masyarakat yang selama ini belum punya akses ke layanan keuangan formal (unbankable). Saat ini, jumlah masyaraat yang telah dilayani oleh Holding Ultramikro terus meningkat.

Direktur Utama PT Permodalan Nasional Madani, Arief Mulyadi, menyatakan hingga saat ini jumlah total nasabah perseroan mencapai 15,2 juta orang. Dari jumlah tersebutsebanyak 13,7 juta nasabah telah memiliki tabungan Simpedes UMi dengan rata-rata saldo Rp 100.000 hingga Rp 200.000.

“PNM tidak hanya memberikan modal usaha kepada para ibu-ibu, tetapi juga memberikan dukungan dalam hal ekspor dengan memberikan fasilitas Nomor Induk Berusaha (NIB) sebanyak 1,2 juta kepada mereka. NIB tersebut menjadi landasan bagi nasabah untuk masuk ke dalam usaha formal,” kata Arief.

Hingga akhir 2023, total pembiayaan yang telah disalurkan PNM mencapai Rp 62,4 triliun, dan tahun ini ditargetkan bisa mencapai Rp 75 triliun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com