Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Paneupaan Kujang Pajajaran Ungkap Tantangan Pengrajin Lokal

Kompas.com - 02/05/2024, 09:07 WIB
Anagatha Kilan Sashikirana,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

 

BOGOR, KOMPAS.com - Di Katulampa, Kota Bogor ada sebuah bengkel dan galeri kujang bernama 'Paneupaan Kujang Pajajaran'.

Dirintis oleh satu-satunya pengrajin kujang (Guru Teupa) di Bogor saat ini, yaitu Wahyu Affandi Suradinata.

Pria yang akrab disapa Abah Wahyu tersebut sudah memproduksi kujang sendiri sejak tahun 1995, pada tahun 2005 dia mulai serius dengan usahanya tersebut dengan kegiatan produksi dan menjual kujang.

Baca juga: Cerita Wahyu Affandi, Pelaku Usaha dan Pengrajin Kujang Asal Bogor Sejak 1995

Kujang yang dijual di sana bukan hanya kujang pusaka, tetapi ada dekorasi, plakat, miniatur, hingga aksesoris. Bahan yang digunakan pun beragam mulai dari besi, baja, hingga kuningan.

Selain itu, Paneupaan Kujang Pajajaran juga memproduksi kujang berukuran kecil seperti gantungan kunci hingga tugu kujang yang tingginya mencapai tujuh meter.

Nama Paneupaan Kujang Pajajaran sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Jawa Barat, bahkan mereka juga sering kedatangan tamu asing dari mancanegara dan aktif mengikuti pameran besar seperti INACRAFT.

Tidak hilang pamor sejak tahun 1995, lantas sebenarnya apakah industri kujang ini mempunyai tantangan?

Galeri Paneupaan Kujang PajajaranKompas.com - Anagatha Kilan Sashikirana Galeri Paneupaan Kujang Pajajaran

Jika berbicara mengenai tantangan bisnis, biasanya persaingan adalah salah satu tantangan utama. Sementara di industri ini, pada dasarnya tidak banyak produsen kujang di Bogor.

Sejauh ini, hanya ada Paneupaan Kujang Pajajaran yang menjadi pengrajin kujang di Kota Hujan tersebut.

Sehingga, Abah Wahyu tidak khawatir dengan pesaing, justru dia berharap semakin banyak orang yang bersedia menjadi pengrajin kujang.

"Di Bogor jarang ditemui, bahkan bisa di bilang hanya di sini saja. Justru saya akan sangat senang kalau semakin banyak pengrajin kujang. Kalau masyarakat sudah tidak berminat untuk melestarikan ini, lalu siapa lagi?" Kata Wahyu kepada Kompas.com, Selasa (30/4/2024).

Baca juga: Cerita Noro Ardanto Merintis Lampu Runa, Ingin Lestarikan Skill Perajin Wayang Golek

Namun, anak dari Abah Wahyu, Abdillah Darmabuana ternyata memiliki kekhawatiran lain. Pasalnya, saat ini banyak pihak lain di luar pengrajin lokal yang membuat tiruan.

Seperti aksesoris gantungan kunci ataupun pin. Pengrajin lokal yang biasanya membuat 100 gantungan kunci saja per harinya, bisa kalah jumlah dengan pedagang luar negeri yang menggunakan mesin cetak.

"Yang sangat di khawatirkan adalah banyak tiruannya. Misalnya satu hari kami hanya buat 100 gantungan kunci, kemudian di luar negeri sudah ada yang meniru dan mereka produksinya mungkin satu jam bisa ribuan karena pakai mesin cetak," ungkap pria yang akrab disapa Abi.

"Harganya pun jauh, kami jual Rp 15.000, mereka jualnya Rp 3.000," imbuhnya.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau