BOGOR, KOMPAS.com - Di Katulampa, Kota Bogor ada sebuah bengkel dan galeri kujang bernama 'Paneupaan Kujang Pajajaran'.
Dirintis oleh satu-satunya pengrajin kujang (Guru Teupa) di Bogor saat ini, yaitu Wahyu Affandi Suradinata.
Pria yang akrab disapa Abah Wahyu tersebut sudah memproduksi kujang sendiri sejak tahun 1995, pada tahun 2005 dia mulai serius dengan usahanya tersebut dengan kegiatan produksi dan menjual kujang.
Baca juga: Cerita Wahyu Affandi, Pelaku Usaha dan Pengrajin Kujang Asal Bogor Sejak 1995
Kujang yang dijual di sana bukan hanya kujang pusaka, tetapi ada dekorasi, plakat, miniatur, hingga aksesoris. Bahan yang digunakan pun beragam mulai dari besi, baja, hingga kuningan.
Selain itu, Paneupaan Kujang Pajajaran juga memproduksi kujang berukuran kecil seperti gantungan kunci hingga tugu kujang yang tingginya mencapai tujuh meter.
Nama Paneupaan Kujang Pajajaran sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Jawa Barat, bahkan mereka juga sering kedatangan tamu asing dari mancanegara dan aktif mengikuti pameran besar seperti INACRAFT.
Tidak hilang pamor sejak tahun 1995, lantas sebenarnya apakah industri kujang ini mempunyai tantangan?
Jika berbicara mengenai tantangan bisnis, biasanya persaingan adalah salah satu tantangan utama. Sementara di industri ini, pada dasarnya tidak banyak produsen kujang di Bogor.
Sejauh ini, hanya ada Paneupaan Kujang Pajajaran yang menjadi pengrajin kujang di Kota Hujan tersebut.
Sehingga, Abah Wahyu tidak khawatir dengan pesaing, justru dia berharap semakin banyak orang yang bersedia menjadi pengrajin kujang.
"Di Bogor jarang ditemui, bahkan bisa di bilang hanya di sini saja. Justru saya akan sangat senang kalau semakin banyak pengrajin kujang. Kalau masyarakat sudah tidak berminat untuk melestarikan ini, lalu siapa lagi?" Kata Wahyu kepada Kompas.com, Selasa (30/4/2024).
Baca juga: Cerita Noro Ardanto Merintis Lampu Runa, Ingin Lestarikan Skill Perajin Wayang Golek
Namun, anak dari Abah Wahyu, Abdillah Darmabuana ternyata memiliki kekhawatiran lain. Pasalnya, saat ini banyak pihak lain di luar pengrajin lokal yang membuat tiruan.
Seperti aksesoris gantungan kunci ataupun pin. Pengrajin lokal yang biasanya membuat 100 gantungan kunci saja per harinya, bisa kalah jumlah dengan pedagang luar negeri yang menggunakan mesin cetak.
"Yang sangat di khawatirkan adalah banyak tiruannya. Misalnya satu hari kami hanya buat 100 gantungan kunci, kemudian di luar negeri sudah ada yang meniru dan mereka produksinya mungkin satu jam bisa ribuan karena pakai mesin cetak," ungkap pria yang akrab disapa Abi.
"Harganya pun jauh, kami jual Rp 15.000, mereka jualnya Rp 3.000," imbuhnya.
Harga jual yang berbanding jauh ini bukan tanpa alasan. Harga murah yang ditawarkan oleh pedagang luar tersebut, karena bahan baku yang mereka gunakan adalah plastik.
Tidak seperti pengrajin lokal Paneupaan Kujang Pajajaran yang menggunakan bahan baku lebih sesuai untuk kujang. Bagaimanapun, kujang termasuk pusaka Jawa Barat yang tidak bisa sembarangan dibuat.
"Pastinya miris melihat kujang atau wayang, warisan kebudayaan kita dibuat dari plastik. Sementara masyarakat kita mungkin cenderung memilih harga yang lebih ekonomis, jadi belinya di tempat lain bukan di pengrajin lokal," lanjutnya.
Meskipun ada hambatan dalam jumlah produksi dan harga jual, nyatanya Paneupaan Kujang Pajajaran sebagai pengrajin lokal bisa membuktikan bahwa mereka mampu bertahan.
Salah satu caranya adalah tetap mempertahankan kualitas kujang dan menjaga relasi. Inilah kunci utama Paneupaan Kujang Pajajaran, mengatasi tantangan usaha produksi kujang selama ini.
"Kami terus konsisten dengan kualitas kujangnya. Karena kalau dilihat dari segi kualitas, kami pengrajin lokal lebih bagus. Mulai dari kuningan yang dipilih, prosesnya, dan otentik. Hanya saja kami kalah di kuantitas produksinya," jelas Abi.
"Kalau untuk relasi, kami sudah lumayan. Banyak pembeli dari luar yang pesan di kami seperti Eropa, Amerika, dan Jepang. Selain itu cara kami memperluas relasi adalah dengan ikut pameran-pameran seperti INACRAFT dari tahun ke tahun," pungkasnya.
Baca juga: Perjalanan Ratna Merintis Batik Handayani Geulis, Mulai dari Melahirkan Pengrajin Batik Bogor
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.