JAKARTA, KOMPAS.com- Bisnis startup merupakan salah satu peluang untuk menghasilkan pundi-pundi uang. Namun, para pendiri start up mesti melindungi perusahaannya tetap aman dan bertahan.
Apalagi saat ini disebut sedang "musim dingin/winter" yang menyulitkan startup mendapat pendanaan dari investor karena valuasi riil startup negatif (bubble burst).
Dalam workshop Pahlawan Digital UMKM 2022 bertopik aspek legal yang harus diketahui dan disiapkan startup agar bisa sukses membangun bisnis startup, Founding CEO at Kontrak Hukum Rieke Caroline membagikan sejumlah tips penting.
Rieke menjelaskan setidaknya ada lima aspek legal yang harus dilakukan untuk meningkatkan valuasi riil startup.
Pertama, daftarkan hak kekayaan intelektual ke Kementerian Hukum dan HAM. Cara untuk memiliki hak kekayaan intelektual suatu merek/produk/jasa adalah dengan menjadi yang pertama mendaftarkannya, bukan pertama menggunakannya.
Hak kekayaan intelektual yang telah terdaftar di Kemenkumham bisa menjadi jaminan untuk mendapatkan modal dengan berutang.
"PP Nomor 24 Tahun 2022 tentang Ekonomi Kreatif menyebutkan bahwa kekayaan intelektual seperti konten musik, kuliner, merek, bisa menjadi jaminan utang, artinya bisa jadi tambahan modal selain fundraising dari investor," kata Rieke dalam keterangannya.
Kedua, buat kontrak atau perjanjian dengan pihak kedua yang sifatnya partnership, baik skema business to government (B2G), business to business (B2B), atau business to customer (B2C).
Ketiga, punya badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas (PT). Keempat, lengkapi perizinan usaha. Dan terakhir, patuh membayar pajak.
Rieke mengingatkan startup untuk tidak mengabaikan hal-hal tersebut. Sebab, lima hal itu seringkali menjadi masalah hukum yang dialami startup. Jika mengalami masalah hukum karena mengabaikan lima hal itu, startup berpotensi kesulitan mendapat pendanaan.
Kemudian, hal lain yang berpotensi menimbulkan masalah bagi startup adalah tidak adanya kesepakatan antara para pendiri (founders agreement), baik terkait penyisihan modal, pendirian PT, dan lainnya.
"Data Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) sebelum digabung dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menunjukkan, 73 persen startup itu gagal karena founders-nya berantem, yang mana itu bisa dihindari apabila memiliki kesepakatan hitam di atas putih di antara co-founder-nya," ujar Rieke.
Dalam workshop yang sama, Managing Partner of GHP Law Firm Bintang Hidayanto menyampaikan tanda-tanda startup mengalami bubble burst. Salah satunya yakni tidak membayar atau menunda pembayaran gaji pegawai, pembayaran ke vendor, dan lainnya.
Tanda-tanda lainnya yaitu mengubah bidang usaha secara ekstrem (extreme pivots), menutup bisnis secara tiba-tiba, dan memecat pegawai.
Bintang kemudian mengingatkan startup untuk berpikir dua kali sebelum melakukan sejumlah hal saat mengalami bubble burst seperti tanda-tanda tersebut.
Pertama, berpikirlah dua kali saat hendak mengajukan utang agresif dengan harapan akan mendapat pendanaan untuk melunasi utang tersebut. Sebab, munculnya pendanaan tidak bisa diprediksi karena sepenuhnya berada di tangan investor.
"Utang kategori agresif itu yang mengandung ketentuan seperti meminta personal guarantee, corporate guarantee, aggressive repayment termasuk bunga yang tinggi, dan over collateralized atau jaminan yang jauh melebihi nilai utang," kata Bintang.
Kedua, berpikirlah dua kali ketika memiliki rencana memecat pegawai secara massal karena akan muncul potensi seperti pegawai demo, mengajukan gugatan, dan lainnya.
Kemudian, pikirkan ulang ketika terbesit rencana mengubah bidang usaha. "Kalau tiba-tiba berubah bidang usaha, pastikan izin ikut berubah," kata Bintang.
Terakhir, ketika memutuskan untuk menutup bisnis, pikirkan kembali apakah bisa melunasi semua utang sebelum bisnis tersebut ditutup.
"Ingat-ingat kewajiban ke pihak ketiga, karena ada kewajiban yang harus kita selesaikan ke pihak ketiga. Kalau tidak selesai, ada potensi pihak ketiga melakukan gugatan perdata," ujar Bintang.
Jadi, kalau melakukan hal-hal itu tanpa pikir panjang dan bijak, ada potential side effects yang mungkin harus ditanggung di masa depan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.