“Ayah saya asli dari Solo. Kalau di Jawa, khususnya asli daerah Solo, kebanyakan orang bikin bakso pakai sagu,” jelasnya.
Baca juga: Cerita Via Merintis Usaha Lova Cookies, Selalu Siap Menerima Permintaan Khusus
Di era digital sekarang ini, Rully mengaku, sebagai pelaku usaha, dirinya juga ingin memanfaatkan kemudahan e-commerce untuk memperluas jangkauan pasar.
Sayangnya, tak semudah itu bagi Sago One. Pasalnya, sagu memiliki massa yang berat.
“Karena sagu berat, maka biaya pengiriman menjadi mahal. E-commerce juga belum mendukung pengiriman satu mobil pick-up atau satu mobil truk,” jelas pria jebolan Universitas Negeri Makassar ini.
Ia mengakui, tantangan menjual Sago One ini salah satunya adalah soal distribusi. Untuk pengiriman sagu ke luar pulau Sulawesi terbilang sulit, karena ongkos pengiriman yang mahal.
Selain itu, belum optimalnya e-commerce untuk mendukung usaha yang berkonsep Bussiness to Business (B2B), yang memiliki produk berat seperti sagu.
Namun, hambatan tersebut tidak menyurutkan niat Rully untuk mengembangkan usaha ayahnya.
Salah satu strategi yang dilakukan Rully, yaitu menjual Sago One ke beberapa temannya untuk didiversifikasi.
“Salah satu olahan dari sagu yang dibuat oleh teman-teman, yaitu bagea, yang sudah dilakukan modifikasi dengan penambahan rasa coklat, capuccino, dan lainnya,” ujarnya.
Baca juga: Cerita di Balik Usaha Sambal Bu Rudy, Bermula dari Jualan Nasi Pecel Rp 1.000
Dari sana, Rully semakin melihat Sago One memiliki potensi besar untuk berkembang. Ia pun mengembangkan digital marketing dan membuat kemasan ritel, agar pengiriman sagu lebih mudah.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.