Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Santoso Usaha Batik Lasem, dari Modal Rp 15 Juta Sukses Beromzet Ratusan Juta

Kompas.com - 13/11/2023, 18:18 WIB
Nur Wahyu Pratama,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.comBatik merupakan seni budaya Indonesia yang telah diakui dunia dan memiliki nilai seni yang tinggi.

Batik, khususnya di daerah Jawa, telah menjadi bagian dari Indonesia sejak dulu kala. Tak heran jika batik dinilai bisa menjadi usaha yang menguntungkan. 

Salah satu pengrajin batik di Indonesia yang sukses yaitu Santoso Hartono (55), pengrajin batik Lasem dari Kecamatan, Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.

“Saya memulai usaha ini sejak tahun 2005, sejak Presiden Indonesia Keenam, Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan batik sebagai pengganti resmi pakaian jas,” kata Santoso kepada Kompas.com saat dihubungi melalui sambungan telepon, Senin (6/11/2023).

Baca juga: Cerita Febrianto Merintis Hastina Wedding, dari Jual Ponsel hingga Bisa Berdayakan 20 Teman

Memulai Usaha Bermodal Rp 15 Juta

Sebelum memulai usaha batik lasem, Santoso pernah menjadi seorang pekerja pabrik di daerah Cibinong dan Cikarang setelah lulus Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA) pada tahun 1987.

“Kemudian terjadilah krisis moneter pada tahun 1998 dan saat itu saya menjadi gelandangan. Lalu kembali pulang ke Kecamatan Lasem dan mencari kerjaan potensial di sana. Setelah pengumunan Pak SBY, saya melihat batik menjadi usaha yang sangat potensial,” ungkap Santoso.

Ia memutuskan memulai usaha batik Pusaka Beruang dengan modal Rp 15 juta melalui dana pinjaman dari koperasi.

Bagi Santoso, batik sebenarnya bukan hal baru. Ia telah mendapatkan ilmu membatik sejak kecil, karena neneknya merupakan seorang pengrajin batik.

“Hanya saja, resep yang dulu nenek saya buat berbeda dengan resep yang ada sekarang. Dulu nenek saya impor bahan pewarna dari Jerman, sekarang kebanyakan pengrajin impor dari China dan India,” tuturnya.

Baca juga: Dari Bisnis Rumahan, Sarasa Catering Berkembang hingga Dipercaya Perusahaan Besar

Makna Nama Pusaka Beruang

Pusaka Beruang merupakan nama merek batik lasem yang dirintis oleh Santoso. Ia mendapatkan ide nama tersebut saat kumpul di balai desa.

“Saat itu ada kumpulan di balai desa dan disuruh absen batiknya namanya apa. Saya bingung, lalu saya bilang, 'Bu absennya diputar dulu, nanti saya terakhir.'," ujarnya

"Lantas saya berpikir, pusakanya orang batik itu canting dan beruang. saya pilih Pusaka Beruang, berarti orang yang bergelut di bidang membatik itu dapat uang,” lanjut Santoso bercerita.

Baca juga: Simak 4 Tips Memulai Bisnis Make Up Artist

Gagal Panen akibat Beda Resep

Usaha batik Pusaka Beruang milik Santoso tak serta merta merasakan kesuksesan. Di awal usaha, penggunaan bahan pewarna yang berbeda dengan resep orangtua, menyebabkan batik yang dibuat Santoso tidak sesuai warnanya (gagal panen).

“Saya gagal panen ada 100 potong. Pada tahun 2006 ada pameran, saya harus jujur ke konsumen kalau gagal panen dan menjual setengah harga. saya bersyukur konsumen mendukung kami dan percaya dengan kami,” kata Santoso.

Dok.Pribadi Santoso, Owner Pusaka Beruang. Kunjungan pembeli dari SemarangNur Wahyu Pratama Dok.Pribadi Santoso, Owner Pusaka Beruang. Kunjungan pembeli dari Semarang

Bukan hanya itu, Santoso terjebak pada dilematis, karena pemerintah menggalakkan Standar Nasional Indonesia (SNI) pada hasil kerajinan batik.

“Kita dilematis waktu itu, pemerintah nuntut SNI, tapi pewarna dan kain belum ada standarisasi atau SNI, jadi kita bingung,” jelas Santoso.

Baca juga: Kisah Sukses Tahu Jeletot Taisi, dari Teras Rumah hingga Punya 600 Mitra di Pulau Jawa

Berdayakan 250 Ibu Rumah Tangga

Namun Santoso tak mundur. 'Tangan dinginnya' terbukti mengantarkan Santoso pada kesuksesan sebagai pengrajin batik Lasem.

Dalam membuat batik, Santoso bersama timnya membutuhkan 20 hari dan melewati 21 proses.

Bukan hanya itu, dalam hal pewarnaan batik, Santoso tidak melakukan secara satuan, ia menunggu 30 hingga 50 batik untuk diwarnai sekaligus, tanpa memandang batik murah, menengah, ataupun mahal.

Hingga kini, Ia mampu memberdayakan 80 orang untuk bekerja dalam proses produksi dan 250 Ibu rumah tangga yang ada di Kecamatan Lasem, Pamotan, dan Pancur untuk membatik.

“Ibu rumah tangga bisa mendapatkan penghasilan tambahan dari membatik untuk membantu ekonomi keluarganya," kata Santoso.

"Meskipun demikian, saya suka mengingatkan, kalau suami pulang kerja harus ditemani, jangan malah membatik. Batik saya lama tidak apa-apa, asal keluarga bahagia. Karen aitu, malah suaminya ikut mengantarkan hasil batik ke rumah saya,” sambungnya.

Baca juga: Peluangnya Menjanjikan, Begini Untung Rugi Bisnis Jastip

Meraup Omzet hingga Rp 400 juta

Dok.Pribadi Santoso Hartono, Owner Pusaka BeruangNur Wahyu Pratama Dok.Pribadi Santoso Hartono, Owner Pusaka Beruang

Dari hasil kerja keras bersama timnya, Santoso mampu meraup omzet hingga Rp 400 juta dalam sebulan.

“Angka ini tidak menentu. Dalam setahun biasanya ada dua bulan penjualan batik itu menurun, yaitu bulan Februari dan Maret. Saya tidak tahu kenapa bisa seperti itu, cuma turunnya enggak jauh, paling rendah Rp 350 juta kita dapat,” tutur Santoso.

Ia mengakui, dalam membuat batik, dirinya menggabungkan warna khas Lasem dengan beberapa sentuhan inovasi, sehingga menghasilkan produk batik yang menarik.

“Batik Lasem itu ciri khasnya batik tiga negeri, tapi saya kasih sentuhan inovasi sedikit dengan memberikan gambar naga misalnya, agar tidak monoton. Jadi kita inovasi untuk bisa membuat corak lain dengan pakem motif warna khas Lasem,” pungkasnya.

Baca juga: Bazaar UMKM Bulanan Kementerian BUMN Catat Transaksi Rp9,8 Miliar

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com