Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Jamu Jadi Tumpuan Ekonomi Masyarakat...

Kompas.com - 28/03/2024, 11:48 WIB
Bambang P. Jatmiko

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.comIndustri jamu di Indonesia memiliki prospek yang cukup baik. Selain karena pangsa pasar yang terbuka lebar, bahan bakunya pun melimpah.

Hal ini pula yang membuat sektor industri ini banyak menjadi tumpuan masyarakat. Bahkan, industri ini menjadi salah satu sektor yang menyerap banyak tenaga kerja di Indonesia.

Berbicara mengenai industri jamu, hal ini tidak terbatas pada pelaku usaha skala korporasi. Industri kecil dalam berskala rumah tangga banyak yang menggeluti usaha bisnis ini.

Karena itu pula, industri jamu menjadi salah satu tulang punggung ekonomi keluarga di Indonesia. Tak sedikit dari pelaku usaha ini yang berhasil membuat produk-produk yang inovatif dan tak kalah bersaing dengan produk dari koporasi.

Baca juga: Dari Jualan Jamu, Jubaedah Mampu Hidupi Tiga PAUD Gratis di Karawang

Seperti halnya yang dilakukan oleh Yuliana Rosita Dewi (48). Warga Kelurahan Kaliabang Tengah Kota Bekasi Jawa Barat ini adalah salah satu produsen jamu herbal dalam bentuk minuman instan dengan merek Dewi Poetri.

Usaha yang dijalankan sejak 2016 tersebut kini telah berkembang sedemikian rupa dan menjadi sumber pendapatan bagi keluarga.

“Alhamdulillah, kini usaha saya berkembang dan penjualan sudah saya lakukan secara langsung maupun melalui reseller,” ujar dia saat ditemui Kompas.com, Kamis (21/3/2024).

Rosita mengaku usaha jamu yang dijalankan tersebut tidak lepas dari kemampuan meracik bahan-bahan herbal yang dia dapatkan dari keluarganya.

Ketika Yuliana masih remaja, neneknya sering membuat jamu. Dari situlah dia memahami tata cara membuat ramuan herbal. Dalam perjalanannya, dia juga belajar dan melakukan riset kecil-kecilan guna membuat minuman kesehatan instan dengan bahan baku alami.

Baca juga: Ketahui Peluang, Keuntungan, dan Tantangan Usaha Jamu Tradisional

Dari ikhtiar tersebut, Yuliana akhirnya bisa memetik keuntungan. Saat ini omzet usaha per bulannya mencapai sekitar Rp 7 juta. Dari jumlah tersebut, dia bisa mengantongi laba sekitar Rp 3 juta.

Dari Jamu menjadi PAUD

Hal yang kurang lebih sama juga dilakukan oleh Jubaedah. Wanita yang tinggal di Desa Tanjung Kecamatan Banyusari, Kabupaten Karawang, Jawa Barat ini kesehariannya tidak lepas dari usaha membuat jamu.

Dirintis sejak tahun 2017, jamu dengan brand Mak Edah ini telah menjangkau wilayah lain di luar Desa Tanjung. Beberapa varian yang dihasilkan di antaranya kunyit asam, teh herbal dengan campuran sereh, serta racikan lainnya.

Yuliana Rosita Dewi produsen jamu dengan brand Dewi PoetriKOMPAS.com/ Bambang P. Jatmiko Yuliana Rosita Dewi produsen jamu dengan brand Dewi Poetri

Jamu dan racikan herbal tersebut dipilih sebagai salah satu usaha yang dijalankan Jubaedah karena sebelumnya dia adalah penjual jamu keliling.

Setelah mengikuti bimbingan teknis (Bimtek) oleh Pemkab Karawang, perlahan-lahan dia mampu meracik berbagai varian jamu serta mampu membuat kemasan yang lebih menarik.

Yang inspiratif, meskipun usaha jamu yang dijalankan Jubaedah ini skala kecil, namun hasil bisnis ini mampu menghidupi tiga sekolah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) gratis di desa tersebut.

“Setiap hari saya juga jualan jamu keliling. Jamunya untuk pegel dan linu. Alhamdulillah hasilnya lumayan. Berkeliling kampung dan pulang jam 08.00 pagi, saya bisa dapat Rp 150.000 hingga Rp 200.000. Itu yang saya pakai untuk membiayai PAUD,” ungkapnya.

Tiga PAUD tersebut diasuh oleh lima guru, yang masing-masing mengajar 2-3 jam. Dalam sebulan para guru tersebut mendapat gaji dari Jubaedah sebesar Rp 400.000 per orang. Sehingga jika ditotal kebutuhan untuk gaji guru PAUD saja mencapai Rp 4 juta per bulan.

Jubaedah memegang produk Kerupuk Miskin dan jamu di sela-sela acara buka bersama PNM, Kamis (21/3/2024)KOMPAS.com/ Bambang P. Jatmiko Jubaedah memegang produk Kerupuk Miskin dan jamu di sela-sela acara buka bersama PNM, Kamis (21/3/2024)
Unbanked People

Industri jamu skala rumah tangga menjadi banyak tumpuan keluarga dengan skala ekonomi menengah ke bawah. Tidak sedikit ekonomi rumah tangga yang bisa survive dengan menggantungkan asa pada jamu tradisional.

Melimpahnya bahan baku serta harganya yang murah membuat jamu menjadi pilihan bagi kaum ibu untuk bisa membantu perekonomian keluarga.

Seperti diungkapkan Yuliana Rosita Dewi pemilik brand Dewi Poetri ini mengaku tidak kesulitan mendapatkan pasokan bahan baku. Di pasar dekat tempat tinggalnya, kunyit, kencur jahe dan segala macam bahan begitu mudah didapatkan.

Baca juga: Karena Pandemi, Bisnis Minuman Herbal Instan milik Yuliana Semakin Berkibar

“Beli di pasar harganya juga murah,” ungkapnya.

Demikian pula dengan Jubaedah. Dia memperoleh bahan baku dari pekarang rumahnya. Banyak bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat jamu ditemui di sekitar tempat tinggalnya.

Meski demikian, para pelaku produsen jamu tradisional belum sepenuhnya bisa menikmati akses ke pembiayaan formal. Banyak lembaga keuangan serta perbankan yang menilai bahwa pelaku usaha tersebut kurang layak untuk diberi fasilitas.

Hal ini seperti diungkapkan Jubaedah ketika dia membutuhkan tambahan modal untuk usaha yang dijalankan.

“Ke mana-mana susah cari pinjaman untuk modal. Namun, alhamdulillah ada PNM (PT Permodalan Nasional Madani) yang memberi pinjaman untuk usaha saya,” kata Jubaedah.

Mendorong Akses Pembiayaan untuk Usaha Mikro

PNM merupakan bagian dari Holding Ultramikro yang dipimpin oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI).

Direktur Utama PNM Arief Mulyadi pekan lalu menyatakan perseroan akan selalu berkomitmen memberikan fasilitas pembiayaan dan pendampingan kepada UMKM yang masuk kategori ultra-mikro.

Program pembiayaan yang dijalankan PNM melalui Program Mekaar (Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera) telah menjadi bagian dalam melakukan rekayasa sosial guna meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat.

Ilustrasi keuanganShutterstock/Melimey Ilustrasi keuangan

Mulai tahun 2016 hingga 2024, PNM Mekaar sudah membiayai 20,1 juta ibu yang menjadi pelaku usaha ultra mikro. Dari angka tersebut, sebanyak 15,2 juta ibu masih menjadi nasabah aktif.

“Karena dari 20,1 juta itu, ada 1,2 juta yang sudah naik kelas ke BRI dan Pegadaian, dan mungkin ke lembaga keuangan formal lain,” kata Arief.

Sementara itu Direktur Utama BRI Sunarso menyatakan perseroan berkomitmen untuk terus memberdayakan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dengan aktif menyediakan kesempatan pendanaan, khususnya pada pelaku usaha ultramikro.

"BRI telah melakukan beberapa aksi nyata, di antaranya pembentukan Holding Ultra Mikro (UMi), BRI bersama dengan Pegadaian dan PNM telah menyediakan layanan keuangan yang terintegrasi dan memastikan nasabah ultra mikro dapat naik kelas dalam satu ekosistem utuh dengan konsep empower, integrate, dan upgrade," kata Sunarso pekan lalu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com