BOYOLALI, KOMPAS.com – Pemuda berambut pendek itu duduk bersila bersama empat perempuan lainnya di pojok rumah. Sambil memegang kuas dan secarik kain putih bermotif batik, ia selalu berceloteh. Di depannya, asap putih dari lilin batik yang mendidih, mengepul dari wajan berukuran kecil. Kuasnya ia celupkan dan goreskan ke kain dengan sedikit bergetar.
Para perempuan masing-masing memegang canting dan secarik kain. Canting berisi cairan malam digoreskan ke kain secara perlahan dengan penuh kehati-hatian. Sesekali, canting ditiup saat di dekat mulut.
Pemuda itu adalah Darmawan Fadli Abdul Syukur (19) atau akrab disapa Wawan. Wawan dan empat perempuan itu adalah para anggota Sanggar Inspirasi Karya Inovasi Difabel (Sriekandi Patra) binaan PT. Pertamina. Wawan dan empat perempuan adalah para penyandang disabilitas di Dukuh Penjalinan, Desa Tawangsari, Boyolali, Jawa Tengah.
Baca juga: Pertamina Kembali Gelar Pameran UMKM SMEXPO di 4 Kota, Catat Tanggalnya!
Empat perempuan yang bersama Wawan adalah Sri Sulastri, Lestari Budi Mulyani, Ririn Wahyuningsih, dan Siti Ma’rifatul Khasanah. Wawan merupakan penyandang Cerebral Palsy. Teman seperjuangan Wawan adalah tuna wicara, tuna rungu, dan tuna daksa.
“Dulu saya sekolah biasa bukan di SLB jadi dianggap berbeda sama temen-teman, jadi di-bully,” kata Wawan saat berbincang dengan Kompas.com di sanggar Sriekandi Patra akhir Juli lalu.
“Sering pas lagi ngerjain tugas, buku diambil dan dicoret-coret sama teman. suka diancem dipukul. Suka dikatain. ‘kok pake kursi roda, enggak sama kaya kita’. Pernah juga dikunciin di luar kelas waktu terlambat datang sekolah,” tutur Wawan
Baca juga: Pertamina Kembangkan Program Desa Mandiri Energi untuk Dukung Transisi Energi
Wawan pernah bercita-cita menjadi tentara dan atlet badminton. Namun, cita-cita itu tak mungkin ia gapai dengan kondisinya. Wawan pun memilih menjadi pembatik.
“Sekarang ingin jadi pembatik aja. Karena pekerjaannya sudah pasti dan realistis. Kan jadi atlet susah,” ujar Wawan sambil tertawa.
Berkat membuat batik, Wawan bisa punya penghasilan dan bisa pergi ke kota-kota besar di Pulau Jawa. Pengalaman pertama Wawan naik pesawat juga karena ikut pameran batik di Jakarta. Ya, batik bak oase dalam kebangkitan hidup Wawan.
“Bisa jajan dan bisa bantu kebutuhan rumah juga dari batik. Kalau dapat uang, bisa kasih uang ke ibu. Kadang kasih Rp 400.000 per bulan,” ujar Wawan.
Baca juga: Hingga Hari Kedua TEI 2023, UMKM Binaan Pertamina Bukukan Transaksi Rp7 Miliar
Wawan dan rekan-rekannya bisa menyelesaikan 1-3 kain batik dalam sebulan tergantung kesulitan motif. Harga batik karya Sriekandi Patra dijual mulai Rp600.000.
Wawan dan rekan seperjuangannya kini ada di titik balik hidup. Sebelum bergabung dengan Sriekandi Patra, hidup mereka terkungkung dalam keterbatasan. Wawan hidup dalam ancaman perundungan, dan rekan-rekan Wawan yang tak bersekolah lantaran ada keterbatasan.
Wawan mengisahkan, dirinya tak pernah terpikirkan menjadi pembatik. Ia tak memiliki bakat dan pengetahuan soal membatik. Kisah hidupnya sebagai pembatik berawal dari pendekatan para relawan Sriekandi Patra.