KOMPAS.com – Barang-barang vintage terkadang membawa ingatan kita berwisata ke masa lalu. Vintage merupakan sesuatu dari masa lalu yang memiliki kualitas tinggi, seperti karya seni dan barang koleksi lainnya.
Termasuk juga radio, teknologi yang marak digunakan di tahun 1900 hingga 2000-an, sebelum kehadiran televisi dan internet.
Untuk membangkitkan suasana masa lalu, Helmi Suana Permanahadi menyulap sebuah radio menggunakan kayu dengan desain vintage.
Baca juga: TxTure, Sepatu Vintage Modern Buatan Bandung yang Mendunia
Helmi memberi nama Sound of Art sebagai merek usahanya, yang didirikan pada tahun 2018, dengan menggabungkan antara seni, desain, dan musik elektronika.
Sebelum membuat produk Sound of Art, Helmi pernah memiliki usaha gitar pada tahun 2007. Ia lalu pulang ke kampung halaman pada tahun 2013 dan tidak meneruskan usahanya tersebut.
Ketertarikannya pada kayu dan musik, menginspirasinya membuat konseo radio dengan sentuhan kayu yang unik.
“Saya melihat potensi teman dan limbah kayu di sekitar, kayu jati salah satunya. Tahun 2016 saya membuat prototipe dan pada tahun 2018 saya meluncurkan produk pertama saya,” kata Helmi (42), Founder Sound of Art saat ditemui pada pameran Brilianpeneur di JCC, Jakarta pada Jum’at (8/12/2023).
Baca juga: Strategi Brand T Vintage and Recycled Lewati Pandemi Covid-19
Namun demikian, Helmi tetap berusaha untuk terus memperkenalkan produknya, salah satunya melalui kegiatan pameran.
Dengan menjadi peserta pameran, Helmi bisa mengetahui, kalangan mana saja yang menyukai produknya dan sejauh mana produknya bisa diterima oleh masyarakat Indonesia dan dunia.
“Selama pameran Brilianpreneur, saya berkesimpulan, produk ini diminati oleh orang yang memang paham dengan seni, rentang usia 15 tahun ke atas. Meskipun demikian, ada juga anak SMP yang datang karena menyukai vintage yang kami tawarkan,” ujar Helmi.
Baca juga: Pameran Solopreneur Semasaqu Targetkan Transaksi Rp 4 Milliar
Upaya Helmi tak sia-sia, produk Sound of Art terpilih menjadi salah satu souvenir pada event G20 Indonesia 2022 dan MotoGP Mandalika 2023.
“Kami merupakan salah satu UMKM binaan BUMN. Kemudian kami dipilih BUMN untuk menjadi souvenir pada event tersebut,” jelas Helmi.
Sebagai Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) binaan BUMN, Helmi juga diajak beberapa instansi untuk melakukan pameran di luar negeri, salah satunya China.
“Ke depannya, kami ingin mencoba skema business to business (B2B) dan ingin menembus pasar Korea dan China,” harapnya.
Baca juga: 7 Tips Mengembangkan Bisnis Batik bagi Pemula
Helmi mengungkap, untuk memulai usaha Sound of Art ini, ia merogoh kocek Rp 5 juta hingga Rp 10 juta sebagai modal.
Dengan dibantu oleh 10 karyawan, Helmi mampu memproduksi sebanyak 120 hingga 200 pcs per bulannya, tergantung jenis model yang ia buat.
Baca juga: Mendorong Transformasi Desa menjadi Pusat Pertumbuhan Ekonomi Baru
Selaini itu, Helmi juga sudah mengantongi izin Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), sehingga usaha pemanfaatan limbah kayu jatinya legal.
“Usaha kami sudah mengantongi izin SVLK yang berlaku sejak tahun 2020 hingga 2027,” pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.