JAKARTA, KOMPAS.com - Bali tak hanya potensial dari segi destinasi wisatanya saja. Siapa sangka, Pulau Dewata ini juga sangat potensial dengan suburnya pohon lontar yang tumbuh di Karangasem, menjadi satu-satunya daerah penghasil pohon lontar terbesar di Bali.
Di sana, terdapat sebuah kisah unik tentang perubahan para petani lontar yang mulai bertransformasi berbisnis gula semut lontar.
Pemuda bernama I Komang Sukarma, yang akrab dipanggil Komang selaku Founder & CEO PT INOVASI TANI TARUNIRA, berhasil memberdayakan petani lontar di Karangasem dan meningkatkan taraf hidup mereka.
Dengan semangat pemberdayaan masyarakat dan kecintaan pada potensi alam lokal, ia mendirikan Tarunira, sebuah usaha sosial yang saat ini membudidayakan lebih dari 3000 pohon lontar secara optimal.
Baca juga: Kisah Perajin Batik Kujur Tanjung Enim Angkat Warisan, Inovasi, dan Keberlanjutan
Komang tumbuh besar di Karangasem, daerah yang dikenal sebagai penghasil lontar terbesar di Bali. Tinggal di Karangasem membuatnya terbiasa hidup dengan dikelilingi oleh pohon lontar, melihat pohon-pohon itu tumbuh seiring dengan ia juga bertumbuh.
Tak heran, sejak ia memasuki Sekolah Dasar pun, Komang kecil sudah terbiasa membantu kedua orang tuanya memproduksi gula lontar. Komang pun sudah akrab dengan proses pembuatan gula merah lontar organik.
"Saya mulai dari SD, jadi sudah lebih dari 12 tahun berkecimpung di gula lontar ini,” cerita Komang kepada Kompas.com, (21/11/2024).
Baca juga: Kisah Skinship Studio, Hadirkan Pengharum Ruangan yang Ramah Lingkungan
Pada tahun 2018 saat Komang masih menempuh dunia perkuliahan, ia sempat mencoba berbisnis kerajinan tangan yaitu boneka daur ulang dari daun lontar. Sebelumnya dikenal sebagai Cilota Bali.
Singkat cerita, setelah menyelesaikan pendidikan di jurusan Sastra Inggris di Universitas Udayana, ia memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya. Ia menyadari potensi alam di daerahnya tersebut memang luar biasa.
Sayangnya, Komang melihat masyarakat di sana khususnya para petani belum bisa memaksimalkan potensi yang menjanjikan tersebut. Melihat hal ini, membuat Komang tergerak untuk membawa perubahan di kampung halamannya tersebut.
Baca juga: Kisah Transformasi Pertanian Kopi di Desa Cikoneng
“Saya melihat permasalahannya itu kami kurang optimal ya. Karangasem punya potensi yang besar ini, tapi warga lokal sekitar, petani kami masih kurang optimal dalam memanfaatkannya. Berdasarkan hal itulah, akhirnya saya punya solusi,” lanjut Komang.
Maka dari itu, di tahun 2021 Komang secara resmi melakukan rebranding dari binsis sebelumnya. Komang memulai perjalanan seriusnya dengan nama baru, Tarunira. Perubahan ini menandai fokus baru pada produk-produk berbasis lontar yang organik dan ramah lingkungan.
Tarunira menghasilkan gula merah lontar organik berbentuk serbuk dan cair. Keunggulan utama produknya adalah indeks glikemik rendah yang ramah bagi penderita diabetes dan diet sehat, hal ini telah diriset berdasarkan penelitian IPB.
Baca juga: Kisah Keberhasilan Abon PS MAS Sejak 1993, Kualitas dan Relasi Jadi Kuncinya
“Gula merah lontar adalah satu-satunya gula palma yang memiliki indeks glikemik paling rendah dibandingkan gula merah kelapa, gula merah aren atau gula putih. Kami sangat percaya diri karena ini didukung penelitian yang panjang dan kolaborasi dengan universitas seperti IPB dan Universitas Udayana,” katanya.
Hingga kini sejak 2021 sampai 2024, Tarunira telah melibatkan lebih dari 150 petani lontar, 8 ibu rumah tangga, 12 pemuda lokal, dan 4 koordinator petani dari empat desa binaan yaitu yaitu Tianyar Barat, Tianyar Timur, Tianyar Tengah, dan Ban.
Baca juga: Kisah Batik Aromaterapi dari Madura, Berhasil Ekspor ke Amerika Serikat
Langkah Komang dalam menciptakan perubahan di desanya perlahan tapi pasti mulai berjalan ke arah yang lebih baik. Kini, para petani lontar Tarunira berhasil meningkatkan taraf hidup dan perekonomian mereka.
Komang turut menyejahterakan para petani, dengan menghadirkan produk yang lebih siap jual, Tarunira berhasil memasarkan produknya ke berbagai daerah. Dengan meningkatnya permintaan yang masuk, akhirnya berimbas baik untuk para petani yang kini mendapatkan upah layak UMR.
“Tentunya dengan ini ada peningkatan-peningkatan yang kami rasakan, terutama untuk petani. Mulai dari pendapatan mereka jauh lebih tinggi dibandingkan sebelumnya. Kami masih belum bisa bilang peningkatannya drastis 100% sempurna, tapi setidaknya dari 0 jadi 1, dari 1 jadi 2. Ini juga salah satu semangat kami untuk terus maju,” jelasnya.
Baca juga: Kisah Tri Sukamto, Bersyukur Bisnis Komponen Otomotifnya Dibina Astra Melalui YDBA
Selain itu, Komang juga mendorong keterampilan para petani lontar. Mereka kini mendapatkan pelatihan untuk beralih dari non-organik ke organik.
Transformasi ini juga sangat penting bagi Tarunira karena produk mereka adalah gula organik bebas bahan kimia, mengingat target pasar mereka adalah para masyarakat yang semakin sadar dengan gaya hidup sehat.
“Kami mengalami banyak tantangan dan masalah ya dalam proses perjalanan kami di Tarunira dari awal sampai sekarang. Jadi prosesnya sebenarnya panjang banget dari segi branding, kemudian dari perubahan produk juga. Karena tadi kami melihat situasi dan kondisi dan mencoba untuk beradaptasi dengan tren pasar, kebutuhan konsumen dan lain-lain,” tambah Komang.
Usaha tak menghianati hasil. Meskipun masih terus belajar, Komang percaya selama semua itu dilakukan Bersama pasti akan terlihat hasilnya. Kini taraf hidup para petani meningkat signifikan dengan pendapatan yang jauh lebih baik dan keterampilan yang lebih matang.
Baca juga: Kisah Ibu-ibu Desa Telemung, Memulai Usaha dari Pinjaman Modal PNM Mekaar
“Ini PR besar, tapi kami melakukannya bersama-sama. Saya selalu percaya bahwa kolaborasi adalah kunci,” ujar Komang.
Komang tak menutupi bahwa perjalanan ini penuh tantangan. Mulai dari mengubah mindset petani, pengembangan bisnis, hingga digitalisasi. Namun, ia dan timnya terus belajar dan berinovasi. Perlahan-lahan mereka mulai bertansformasi digital, Tarunira sudah menggunakan teknologi seperti e-commerce dan bahkan AI untuk mendukung pemasaran.
“Digitalisasi adalah hal yang sulit, terutama untuk petani. Tapi kami yakin, dengan proses yang panjang, semua bisa terwujud. Maka dari itu memang perlu rencana digitalisasi lanjutan,” katanya.
Baca juga: Kisah Perubahan di Desa Semedo, Kini Ekspor Puluhan Ton Gula Semut
Saat ini, Tarunira mengadopsi model bisnis mulai dari Business to Customer (B2C) dengan target pasar individu yang mengutamakan gaya hidup sehat. Selain itu, ada pula model bisnis Business to Business (B2B) dengan target pasar perusahaan seperti supermarket, toko ritel online & offline.
“Kami distribusikan ke target-target konsumen kami, baik dari B2C, B2B, maupun ke tour and travel. Contohnya, kami sudah bekerjasama lebih dari 113 outlet hypermarket di seluruh Indonesia. Kami kerjasama dengan Ransmarket, Papaya, dan lain-lain,” kata Komang.
Komang juga bercerita, Tarunira pun menjajaki pasar tour and travel, mereka sering mengadakan workshop kepada turis lokal dan internasional untuk mencoba experience baru. Mulai dari kegiatan cooking class, membuat gula merah lontar organic langsung di desa tersebut.
Baca juga: Kisah Bengkel Suryo Motor Binaan YDBA, Raup Omzet Ratusan Juta Sebulan
Tentunya hal ini sebagai langkah dalam mewujudnkan agenda besar mereka yang ingin segera menembus pasar ekspor. Meskipun saat ini penjualan masih skala domestik, tetapi kapasitas produksi Tarunira juga luar biasa, mencapai 5.000-15.000 pieces per bulannya.
Produk andalan mereka adalah gula lontar organik serbuk dan cair. Usut punya usut, saat ini Tarunira juga tengah bekerja sama dengan IPB mengembangkan produk baru seperti kecap manis dan asin, botanical drink berbahan rempah-rempah, serta cookies sehat, semuanya organik.
Baca juga: Kisah Winny Rintis Bisnis Gula Aren dengan Brand Asa Palm Sugar Preanger
Sebagai informasi tambahan, pada 21 November 2024, Tarunira meraih juara pertama dalam kompetisi iFortepreneur dan mendapatkan hadiah Rp150 juta. Kompetisi ini membantu Komang membawa perubahan signifikan, termasuk digitalisasi para petani. Komang pun semakin optimis dengan masa depan Tarunira.
"Kami ingin mendistribusikan produk ke luar negeri dan terus meningkatkan dampak sosial di desa-desa binaan. Perjalanan ini masih panjang, tapi kami menikmatinya,” pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.